Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji Syukur hanya layak diberikan kepada Allah swt yang mampu membolak-balikkan hati, Shalawat buat Rasulullah saw
Kisah ini ana kutip dari karya besar Imam al-Ghazali “ Ihya’ ’Ulumiddin ”, namun ana tuturkan secara bebas, karena tiada hakikat dari menuturkan kisah keculai agar kita mampu mengambil nilai-nilai yang dapat dijadikan amalan.
Bakar bin Abdillah berkata : “ Seorang laki-laki datang kepada seorang raja, lalu berdiri di dahadapan raja tersebut seraya berkata : ” Berbuatlah kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya, sesungguhnya orang yang berbuat jahat akan dicukupkan baginya oleh kejahatannya.”
Lalu terdapat seorang laki-laki yang dengki kepada laki-laki yang berkata kepada raja atas kedudukan dan perkataan itu. Ia menfitnah laki-laki tersebut kepada raja, seraya berkata : “ Sesungguhnya laki-laki itu mengatakan raja memiliki bau mulut yang busuk.” Raja bertanya kepadanya : “ Bagaimana mungkin ? ”. Ia berkata : “ Engkau panggil ia. Maka apabila ia dekat dengan engkau , maka ia meletakkan tangannya pada hidungnya agar ia tidak mencium bau busuk mulut. ” Lalu raja berkata kepadanya : “ Pergilah ! sehingga saya menyaksikan yang sebenarnya.”
Maka laki-laki yang dengki itu keluar dari sisi raja, lalu ia memanggil laki-laki yang difitnahnya tadi ke rumahnya, lantas ia memberinya makanan yang di dalamnya terdapat bawang putih.
Kemudian laki-laki yang didengki tadi meninggalkan laki-laki yang mendengkinya tadi, seperti kebiasaanya berdiri dihadapan raja seraya berkata : ” Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya, sesungguhnya orang yang berbuat jahat akan dicukupkan baginya oleh kejahatannya.” Lalu raja berkata kepadanya : “ Dekatlah denganku.” Maka laki-laki itu mendekatinya seraya meletakkan tangannya pada mulutnya karena takut raja mencium bau bawang putih dari mulutnya. Lalu raja berkata kepada dirinya : ” Saya tidak melihat perkataan si Polan, kecuali benar adanya .”
Bakar bin Abdillah terus berkata : “ Raja itu biasanya tidak akan menulis dengan tangannya sendiri melainkan jika memberi hadiah atau suatu pemberian. Maka raja menulis surat untuk laki-laki itu dengan tulisannya sendiri yang ditujukan kepada salah satu pegawainya yang berisikan : “ Apabila pembawa surat ini datang kepadamu, maka semeblihlah ia, kupaslah kulitnya, penuhilah kulitnya dengan jerami, dan kirimkanlah kulit itu kepadaku.”
Laki-laki tadi mengambil surat tersebut dan keluar dari sisi raja. Lalu ia berjumpa dengan laki-laki yang menfitnahnya, seraya bertanya : ” Apa isi surat ini ? ”. Ia menjawab : “ Tulisan raja bagiku dengan suatu pemberian. ” Orang yang menfitnah itu berkata : “ Berikanlah surat itu kepadaku. ” Orang yang menfitnah itu mengambil surat itu dan membawanya kepada pegawai raja.
Pegawai raja yang menerima surat berkata : ” Di dalam suratmu supaya saya menyembelihmu dan mengupas kulitmu.” Orang menfitnah itu berkata : ” Sesungguhnya surat itu bukan bagiku. Allah, Allah, tentang urusanku ini tetapkanlah hingga kamu memeriksa kembali kepada raja.”
Pegawai raja berkata : ” Tidak terdapat dalam surat raja tentang pemeriksaan kembali.” Lalu pegawai raja itu menyembelihnya, mengupas kulitnya, memenuhi kulitnya dengan jerami dan mengirimkan kulit itu.
Kemudian, laki-laki yang difitnah tadi kembali menemui raja seperti kebiasaannya dan ia mengatakan perkataannya, seperti perkataannya dahulu. Raja heran dan bertanya: ” Apa yang terjadi dengan surat ? ” Laki-laki itu menjawab : “ Si Polan meunjumpaiku, lalu meminta surat itu dari padaku, lantas saya berikan kepadanya.” Raja berkata kepadanya: ” Sesungguhnya ia menyebutkan kepadaku bahwa kamu menyangka mulutku bau busuk.”
Laki-laki itu berkata : “ Saya tidak mengatakan demikian.” Raja bertanya : “ Mengapa kamu meletakkan tanganmu atas mulutmu ? ” Laki-laki itu menjawab : ” Karena orang itu telah memberiku makanan yang di dalamnya terdapat bawang putih, lalu saya takut engkau mencium baunya.” Raja berkata: ” Kau benar, pulangla ke tempatmu. Telah dicukupkan bagi orang yang jahat oleh kejahatannya.” ( Imam Al-Ghazali, , Alih Bahasa oleh Drs. H. Moh. Zuhri Dipl. TAFL, H. Muqoffin Mochtar, Lc, H.Muqorribin Misbah, dengan judul Terjemahan Ihya’ 'Ulumiddin Jilid V ( Semarang : CV. Asy Syifa’, 2003), h. 594-596 )
Kedengkian, demikianlah adanya penyakit yang membinasakan, dalam surat al-Falaq ayat 5 kita diajarkan oleh Allah swt agar berlindung kepada Allah swt dari perbuatan para pendengki. Dari kisah sarat makna di atas, sungguh berbahaya akibat kedengkian jika bercokol dalam jiwa, kedengkian tidak akan puas melihat orang lain mendapatkan kenikmatan, sehingga berupaya secara sungguh-sungguh untuk membinasakan orang yang didengki. Na’udzubillah !
Dalam urusan dakwah, penyakit ini rentan menggorogoti kita yang berjuang dalam urusan dakwah, dengan alasan bermacam-macam melakukan pembenaran akan tindakan kedengkian, seperti menyebutkan kejelekan kelompok gerakan Islam yang berbeda gerakan dengan kita, dengan dalih untuk menjelaskan kepada umat bahwa gerakan mereka adalah sesat, padahal hal itu hanyalah sebuah kedengkian dikarenakan gerakan lain yang disebutkan kejelekannya lebih banyak mendapat pengaruh dari pada kita.
Pertanyaannya, mengapa muncul kedengkian diantara gerakan-gerakan Islam ? Mengapa tidak antara gerakan Islam dengan gerakan non Islam ? Ketahuilah, Imam Al-Ghazali dalam kitabnya yang sama dengan di atas menjelaskan bahwa kedengkian muncul karena sama maksud atau tujuan. Tutur Imam al-Ghazali : “ Karena itulah, kamu melihat orang alim dengki kepada orang alim tidak kepada orang abid ( ahli ibadah ), dan orang abid dengki kepada orang abid tidak kepada orang alim …” ( h. 618-619 ).
Tidak heran kiranya, jika kedengkian terjadi diantara kelompok-kelompok gerakan Islam, karena mereka memiliki satu maksud dan tujuan. Kedengkian itu berwujud disaat kita melihat suatu kelompok gerakan Islam yang tidak satu metode dengan kita menggapai suatu keberhasilan dengan metode yang mereka tempuh, berbagai cercaan dan celaan akan muncul dari kelompok kita tentang metode yang mereka tempuh, upaya menyalahkan metode yang ditempuh oleh kelompok lain tersebut tidak berdasarkan dalil yang kuat, hanya berdasarkan sangkaan belaka dan emosional yang tidak berlandasan. Duhai … sungguh ini merupakan suatu kedengkian yang nyata.
Misalnya, bisa jadi, karena kita tergabung dalam kelompok yang mengharamkan masuk ke dalam sistem pemerintahan non Islami, lalu kita bersorak-sorak mencaci partai politik yang berjuang diparlemen untuk Islam, menghina, mengejek dan menghujat mereka dengan kata-kata kotor, walaupun kita menyadari bahwa mereka adalah saudara se-Iman. Begitu juga sebaliknya, bagi kita yang membolehkan tergabung dalam sistem pemerintahan non Islami melalui partai politik, menyerang balik dengan cara yang tidak bijak terhadap gerakan yang menolak masuk ke dalam sistem pemerintahan Islami. Muaranya saling hujat dan perang idealisme menggerogoti antar kelompok gerakan Islam, sehingga budaya saling menyalahkan dan berupaya saling menjatuhkan akan menimpa kita umat Islam. Disaat itulah, kita akan terpecah belah, bercerai berai, malah akan berakibat saling menghancurkan.
Duhai … ketahuilah, inilah bencana yang begitu dahsyat, pengingkaran yang luar biasa akan sebuah persatuan umat yang selayaknya didengung-dengungkan. Ironisnya, dalam kondisi seperti itu kita malah berkoar-koar bicara masalah kebangkitan umat, bicara masalah menyatukan umat untuk mencapai kejayaan. Kebangkitan yang mana ? Persatuan yang mana ? Apakah kebangkitan menurut metode kelompok kita yang benar ? Apakah persatuan menurut metode kita yang kita anggap sesuai dengan syari’at ? Sadarilah wahai saudaraku se-Iman. Jangan hanya memandang segala sesuatu berdasarkan kebenaran diri sendiri dan benar menurut pandangan diri, benar menurut kita belum tentu benar menurut orang lain ? Walaupun alasan kita benar menurut al-Qur’an dan Sunnah. Bukankah kelompok lain juga merasa benar dan juga berjuang berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah ? Lantas siapa sebenarnya yang benar ?.
Untuk itu, ketahuilah kebenaran hanya milik Allah swt. Maka kembalikan urusan kepada Allah swt jika mendapatkan perbedaan dalam masalah perjuangan ini. Jangan sampai nawaitu kita dalam berjuang ikhlas mengharap keridhaan Allah swt malah dikotori oleh penyakit hati yang luar biasa “ Kedengkian.” Renungkanlah pesan bijak dari kisah di atas :
” Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya, sesungguhnya orang yang berbuat jahat akan dicukupkan baginya oleh kejahatannya.”
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh