WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO
WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

Senin, 18 November 2013

Wasiat Untuk Remaja Islam (6) : Kepada Orang Tuamu Berbaktilah

Ketahuilah …orang tuamu adalah sosok yang paling berjasa dalam hidupmu. Sosok yang paling dekat dan paling banyak tahu tentang dirimu.  Sosok yang tak kau temui cinta yang melebihi dari mereka. Sosok yang rela bersusah payah, banting tulang, hingga hancur luluh diri mereka ditelan beratnya badai kehidupan untuk menghidupimu. Namun mereka tetap tegar dan selalu berupaya untuk tangguh.

Kehadiranmu dalam kehidupan mereka suatu anugrah yang menjadikan mereka merasa hidup ini bermakna. Kecintaan mereka padamu dengan apapun takkan sanggup kau membalasnya. Walau sepanjang umurmu kau gunakan untuk berupaya membalas jasanya katamu, takkan terbalas seperempatpun dari muatan cinta mereka untukmu.

Siapa yang mengandungmu dalam keadaan susah yang bertambah-tambah selama sembilan bulan ? Siapa yang merawatmu semenjak kecil, dari tidak tahu apa-apa hingga kau seperti ini adanya ? Siapa yang mendekapmu kala malam menjelang seiring dinginnya semilir angin malam yang mulai menghembus menusuk pada tulang-tulang ? Siapa yang merasakan kesedihan dan kepiluan hati kala menyaksikan dirimu ditimpa sesuatu yang membuatmu berat ? Itulah ibumu yang selalu merawatmu sejak kecil mulai dari kandungan hingga kau seperti ini. Dialah ayahmu yang tak kenal lelah mencari nafkah walau terkadang harus berurusan dengan hal-hal tersulit yang jika dihadapkan padamu kau tidak akan sanggup.

Berbaktilah pada orang tuamu, posisikanlah kecintaanmu kepada mereka dibawah kecintaanmu kepada Allah swt. rasul-Nya dan berjihad dijalan-Nya. Tinggikanlah ia dalam hatimu di atas insan-insan umumnya di permukaan bumi ini. Selama mereka mengajakmu pada keta’atan, maka kedurhakaan besar bagimu jika kau melanggar perintah mereka. Jangan kau menzhalimi mereka, mengucapkan  kata-kata yang dapat menyinggung mereka saja akan berdampak besar bagi kehidupanmu, dampak yang akan membinasakanmu.

Berharaplah akan ridha orang tuamu, karena  Ridha Allah swt. terletak pada ridha orang tuamu, dan kemurkaan Allah swt. terletak pada kemurkaan orang tuamu (H.R. Tirmidzi dan Hakim).

Jadilah anak shaleh yang selalu mendo’akan mereka, baik kala mereka masih hidup maupun telah meninggal. Kewajibanmu tidak terbatas ruang dan waktu. Hanya tercerabutnya nyawa dari badanmulah yang menjadi batas untuk berbakti kepada orang tuamu. Selama hembusan nafasmu masih ada, kau wajib berbakti pada mereka. Asuh dan berlaku baiklah dihari tua mereka, berdo’alah untuk mereka disetiap untaian do’a-do’amu yang panjang.

Ketahuilah …orang tuamu, semakin bertambah usianya, semakin sensitif jiwanya, kelak kau akan temui hal-hal yang membuat kau tidak menyenangi akan apa yang mereka lakukan, mereka akan kembali pada jiwa kekanak-kanakan, ingatan merekapun tak sempurna, kondisi mereka payah, saat itulah kau akan diuji, apakah kau mampu berbuat kebajikan pada mereka dalam kondisi sulit itu sebagai bukti baktimu pada mereka.

Kala mereka wafat, keharusan bagimu untuk mengurus jenazah mereka, jangan kau serahkan pada orang lain, kecuali jika peran orang lain hanya sebagai pembantumu sebagai manifestasi fardhu kifayah. Jika kau serahkan segala urusan jenzah orang tuamu pada orang lain, sungguh kau anak yang tidak berguna. Apakah kau lupa setiap hari kau dimandikan kala kau kecil, namun  hanya untuk memandikan jenazahnya yang satu kali itu kau menyatakan tidak mampu, sungguh suatu kebodohan jika hal ini menimpamu. Apalagi jika kau tidak mampu menyalatkan jenazah mereka. Apakah kau berharap do’a orang lain untuk orang tuamu. Sementara do’a yang tidak terhijab itu adalah do’a dari anak yang shaleh. Maka kau harus shaleh, kau harus menjadin anak yang mampu mendo’akan kedua orang tuamu, dan kau harus berupaya agar do’amu diijabah oleh Allah swt.

Namun, jika mereka mengajakmu pada kemaksiatan, maka tiada kewajiban bagimu untuk mengikuti dan patuh pada mereka. Tapi hendaklah kau menyadarkan mereka. Dan jika mereka tetap pada pendirian mereka. Kau harus tetap berlaku baik pada mereka. Berlaku baik dalam artian bukan  berarti kau harus patuh pada kemaksiatan mereka.      

Wasiat Untuk Remaja Islam (5) : Menuntut Ilmu Suatu Kewajiban Bagimu

Ketahuilah … takkan kau retas hidup dengan kemuliaan jika kau bodoh, takkan kau dapat keutamaan jika kau golongan orang yang pandir, sesungguhnya Allah swt., telah menjanjikan dalam surat al-Mujadilah ayat 11 bahwa akan ditinggikan  derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Rasulullah saw., begitu banyak menjelaskan tentang keutamaan berilmu. Dan para shahabatpun telah mencontohkan dalam kepribadian mereka tentang urgensi ilmu.

Para cendekiawan muslimpun telah menunjukkan bahwa dengan ilmulah Islam itu maju, dan dengan ilmu pulalah umat Islam itu mampu berinteraksi dengan alam dan menguasai peradaban.

Apakah tidak cukup bagimu sebagai contoh bagaimana kala umat Islam menguasai ilmu, Islam menjadi pusat peradaban dunia ? Andalusia yang tandus dan  gersang, kala tumbuh dan  besar dalam kekuasaan Islam yang diisi oleh orang-orang berilmu, mampu membawa perubahan besar bagi kemajuan Eropa. Bahkan kalangan yang tidak seakidahpun rela menuntut ilmu dalam lingkaran keilmuan umat Islam. Betapa banyak riwayat yang menyatakan hal ini. Cukup kau menyimak lembaran-lembaran sejarah tentang hal ini.

Untuk itu berilmulah, carilah ilmu itu dimana saja kau berada, tinggalkan kampung halamanmu untuk menuntut ilmu, kelak sebarkan ilmu kembali dikampung yang pernah kau tinggalkan. Jangan biarkan umat buta dengan ilmu, maka dengan keharusanmu menuntut ilmu dengan harapan kau juga mampu membawa ilmu itu kepada saudaramu se-iman yang bisa jadi tidak memiliki kesempatan yang engkau miliki.

Ketahuilah … amal ibadah yang kau tunaikan, rukuk dan sujud disetiap shalatmu, bacaan al-Qur’anmu yang mendayu-dayu, jika tidak dilandasi ilmu, percuma dan hanya menggiringmu pada kepayahan, tapi tidak bernilai apa-apa disisi Allah swt.
Menjadi pelaku taqlid (pengikut) buta adalah kebodohan diatas kebodohan. Kelak di Yaumul Hisab, kala amalmu dipertanyakan, dan kau merasa kau ahli ibadah, ternyata kosong melompong disebabkan taqlid  butamu. Sungguh merugi dan menyesal.

Yang harus kau berhati-hati, ilmu itu dilingkari ketertipuan yang begitu banyak, kau harus mampu memilah dan memilih ilmu mana yang layak untuk kau kuasai. Jangan sampai kau menghabiskan umur dalam menuntut ilmu, tapi yang kau dapat tidak lebih dari pada meninggikan derajatmu di dunia, namun tidak menyelamatkanmu di akhirat. Untuk itu kaupun harus mengetahui rambu-rambu dalam menuntut ilmu. Awasi ketertipuan dalam menuntutnya.

Sesungguhnya ilmu yang menyelamatkanmu adalah ilmu ma’rifatullah (mengenal Allah swt.), ilmu yang akan membersihkan jiwamu, serta ilmu yang dapat mengantarkanmu pada pengabdian yang tulus kepada Allah swt. yang telah menciptakanmu. Maka utamakanlah mengejar ilmu tersebut. Ia tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah. Keilmuan lain yang dapat menjadi penyokong hal tersebut juga tidak boleh kau abaikan, sebab segala sesuatu itu saling bantu membantu untuk sampai pada tujuan.

Sedangkan keilmuan keduniaan semata, hendaklah kau posisikan secara bijak, jangan sampai ia melalaikanmu untuk pencarian ilmu yang lebih utama. Jadikanlah ia pembantu dan pasukanmu untuk mewujudkan keilmuan yang lebih utama kau pelajari.

Sadarilah …menjadi orang berilmu bukanlah perkara yang selesai dengan gelar di depan atau belakang nama, atau perkara yang hanya dituntaskan dengan ijazah atau simbol lembaga kependidikan. Menjadi orang berilmu adalah manifestasi akan pemahaman terhadap ajaran agama yang kau anut, Dinul Islam. Ia mengejewantah dalam kehidupanmu, ia membawa kebaikan bagi dirimu, dan menebar pada orang-orang disekitarmu.

Kelilmuanmu menjadi suluh penerang bagi dirimu dalam melangkah dan bertindak, ia menjadi penunjuk jalan menuju puncak hidayah. Ia menjadi penyemangat akan kegemaranmu dalam menunaikan amal shaleh. Dan ia pun menjadi kebutuhan akan penyelesaian konflik baik lahir atau batin seluruh manusia. Maka ia menjadi solusi akan problematika pernik-pernik kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Berperanlah engkau dalam hal ini, hendaklah engkau menjadi sosok yang belajar akan ilmu dan mengajarkannya pada manusia.

Ketahuilah …ilmu itu datang dari Allah swt. dan ia milik Allah swt. tidak akan peroleh jika kau tidak menunaikan adab-adabnya. Dan kaupu n harus mengetahui ilmu itu tidak akan menyusup ke dalam hatimu kecuali ada proses yang mengantarkannya. Ia tidak datang dengan sendirinya, ia melalui proses yang panjang, dan panjangnya itu sepanjang usiamu yang ada. Dalam proses itulah dibutuhkan adab, aturan dan akhlak.

Hal yang substansial yang tidak boleh terabaikan, berilmu haruslah berguru, belajar dari seseorang yang dianggap ‘alim (berilmu) dibandingkan dirimu. Disini manifestasi adab itu akan tampak. Kau harus menjaga adabmu terhadap yang mengajarkanmu ilmu, sosok guru yang kau harap darinya memancar cahaya muatan kedahsyatan ilmu tersebut.
Gamblang Rasulullah saw,. mengajarkan tentang adab menuntut ilmu, dan shahabatpun  telah mencontohkan bagaimana adab-adab mereka dalam memahami proses menuntut ilmu. Terutama sekali adab dalam berhadapan dengan orang ‘alim.

Posisikan dirimu sebagai murid, orang yang berkehendak untuk mendapatkan muatan ilmu. Jangan posisikan dirimu sebagai raja yang merasa lebih berkuasa dan behak mengatur segalanya dengan titahnya. Kala kau memposisikan dirimu sebagai murid, saat itu engkau menunjukkan suatu kebutuhan yang mendesak, sementara kebutuhan engkau itu berada pada seseorang, bagaimana sikapmu ? Tentu saja engkau akan melakukan hal-hal yang dapat menarik simpati orang itu dengan cara merendahkan hati agar kebutuhanmu terpenuhi.
Maka jadilah orang yang tawadhu’ dalam menyerap ilmu, dengan hati penuh ketundukan dilingkari perasaan akan kebutuhanmu pada ilmu itu ibarat kebutuhan akan air ditengah padang pasir yang kering kerontang, dalam keadaan tenggorokan sangat kering.


Jagalah adab-adabmu terhadap guru yang mengajarkanmu ilmu. Ini bukan bermakna perendahan harga diri, tapi wujud dari kesungguhan dan penyadaran diri bahwa kau bukan siapa-siapa, kau hanyalah orang lemah dan bodoh yang memang membutuhkan petunjuk untuk sampai pada ketinggian kemuliaan hidup. Kenyataan itu harus kau sadari karena memang demikian kenyataan dirimu.

Wasiat Untuk Remaja Islam (4) : Jihad Adalah Jalan Mulia

Ketahuilah …jihad adalah manifestasi kesungguhan perjuangan. Ia memiliki rukun dan syarat. Ia adalah jalan untuk menegakkan kalimat yang haq dan alat untuk menebas kebathilan. Ia thariqah (jalan) untuk meninggikan Izzah Islam wal Muslimin (harga diri Islam dan kaum muslimin). Ia adalah penyelamat umat manusia dari kezhaliman, ia datang membawa kedamaian dan keselamatan jiwa insan yang mendiami alam semesta.

Pahamilah jihad sebagaimana Allah swt. mengajarkannya di dalam al-Qur’an, pahamilah jihad sebagaimana Rasulullah saw. mencontohkannya, dan pahamilah jihad sebagaimana para shahabat radhiyallaahu ‘anhum merealisasikannya.

Jangan kau palingkan makna jihad dari petunjuk al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw. Jangan kau palingkan makna jihad hanya dengan melihat kenyataan yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengatasnamakan jihad, namun menyimpang dari rambu-rambu aturan al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw. Dan jangan pula kau pahami makna jihad dari teori-teori pemikiran yang hanya berlandaskan akal dan hasil pemikiran manusia.

Sesungguhnya jihad membawa kedamaian bagi umat manusia. Dengan jihad Rasulullah saw. menebarkan Islam yang rahmatallil’aalamiin (rahmat bagi sekalian alam), dengan jihad para shahabat membebaskan manusia dari kemusyrikan dan kejahiliyahan, dengan jihad para panglima-panglima tangguh Islam membebaskan wilayah dari cengkraman kaum penjajah yang zhalim.

Tidakkah kau saksikan dalam lembaran sejarah umat Islam yang gemilang, kala jihad menjadi pakaian mereka, kala jihad menjadi cita-cita mereka, tak ada satupun wilayah yang dikuasai umat Islam melainkan para penduduknya bersuka cita dengan kehadiran umat Islam yang datang dengan jihadnya. Ini artinya, jihad adalah pembebasan, pembebasan akan kejahiliyahan, pembebasan dari ketertindasan, pembebasan akan hak-hak kemanusiaan, bukan penaklukan. Dan lebih dari itu jihad menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan agar manusia dapat hidup dengan layak dan dapat mengabdikan diri kepada Sang Pencipta dengan penuh ketenangan tanpa adanya gangguan dan rasa was-was.

Untuk menumbuhkan semangat jihadmu, belajarlah dari Sirah Nabawiyah, Sirah Shahabat, dan sejarah para panglima-panglima yang tha’at, niscaya disana kau akan dapat menggali semangat jihad yang dikobarkan. Sekaligus kau akan memahami rambu-rambu jihad secara hakikat serta kau akan mengerti apa yang melatar belakangi besarnya animo para pendahulumu untuk menggelorakan jihad.


Jangan kau terjebak dengan perdebatan, apa itu jihad, definisi jihad dan apa yang dimaksud dengan jihad, tapi cukup kau mencontoh bagaimana Rasulullah saw. telah mencontohkannya. Bagaimana para shahabat telah menorehkannya, dan bagaimana para panglima-panglima Islam memahaminya. Dari sanalah poros makna jihad itu teruji, dari sanalah definisi jihad itu dapat diukur. Dan dari sana pula, sebagai bukti bahwa jihad memang jalan yang mulia. Maka bercita-citalah untuk berjihad, dan berjihadlan dari apa yang kau bisa, jika engkau memang hendak mendapatkan kemuliaan. Kemuliaan itu memang harus kau dapatkan.

Wasiat Untuk Remaja Islam (3) : Pedomanmu Hanya Al-Qur'an dan Hadits

Berilmulah engkau dengannya, jangan hanya sekedar mampu membaca dan menghafalnya, tapi amalkan segala kandungannya. Inilah sumber utama dari segala macam ilmu yang harus kau kuasai. Jika kau mengabaikan, niscaya kau akan tersesat. Berhati-hatilah dalam memahami tafsirannya, maka kau harus mampu memilah dan memilih tafsiran yang bersumber dari manakah yang layak kau pegang dari setiap penggal kalimat maupun hurufnya. Jangan kau paksakan memahami hal-hal yang menjadi rahasianya, cukupkan dirimu untuk mencontoh bagaimana cara para salafushshaleh (orang-orang shaleh) terdahulu mempelajarinya. Hindarilah pemikiran filsafat ataupun mantiq yang mencoba mengalihkannya dari hakikat makna yang sesungguhnya.

Ketahuilah al-Quran adalah wahyu, kalamullah yang dijaga langsung oleh Allah s.w.t, ia berfungsi sebagai petunjuk, untuk seluruh umat manusia. Ia akan menjadi petunjuk kala kau benar-benar mempelajarinya, hingga kurus tubuhmu, hingga perih matamu menahan kantuk.

Bawalah al-Qur’an kemana saja kau pergi, ingat pesannya dengan kesungguhan. Jangan kau pernah menganggap remeh aturannya, walau terdapat hukum sunnah untuk ditunaikan, jangan mengabaikannya, karena hukum sunnnah itu keutamaan, keutamaan yang memuliakanmu.

Jangan mencari alasan untuk tidak membacanya karena engkau belum paham maknanya, sebab walaupun engkau belum paham tetap bernilai ibadah. Inilah perbedaan al-Qur’an dibandingkan bacaan lainnya. Gemarkan dirimu untuk selalu basah lisanmu dengan lantunan ayat al-Qur’an.

Ketahuilah …al-Qur’an tak cukup jika kau pahami dengan terjemahannya. Sesungguhnya sifat al-Qur’an itu bahasa Arab, maka menjadi keharusan bagimu belajar tentang bahasa Arab untuk berinteraksi dengan al-Qur’an.

Jangan sekali-kali, jangan sekali-kali al-Qur’an kau pahami menurut akalmu semata. Walaupun kau mengenal terdapatnya tafsiran al-Qur’an berpola tafsir bir ra’yu (menafsirka ayat dengan akal), namun itu bukan berarti dengan mudahnya kau menafsirkan al-Qur’an dengan akal pemikiranmu. Jalan yang paling selamat adalah kau rujuk tafsiran ulama-ulama yang berkompeten dibidangnya, menjadi pengikut dengan mengetahui dasar yang jelas (ittiba’) pada mufassir terdahulu lebih menyelamatkan dibandingkan kau menafsirkannya sendiri jika keilmuanmu tak memadai untuk itu.

Jika al-Qur’an dibacakan padamu, maka dengarkanlah, perhatikan, khusyu’kan hatimu dalam mendengarkannya, keutamaan mendengar sama dengan keutamaan membaca.

Dan jika kau membacakan al-Qur’an dihadapan orang lain berhati-hatilah dalam bacaanmu, kesalahan baris satu huruf apalagi kesalahan kalimat berakibat fatal bagi orang yang mendengar, tak kecuali bagi dirimu. Kau telah berperan sebagai orang sesat dan menyesatkan. Na’udzubillah.

Jika kau tak yakin dengan hafalanmu yang kau bacakan pada orang lain, lebih baik kau melihat teks bacaan, karena hal itu lebih selamat dan menyelamatkan.

Untuk menjaga kesalahanmu dalam memahami bacaan al-Qur’an, tidak bisa tidak kau harus belajar tentang ilmu membacanya, ilmu tajwid yang telah diajarkan ahlinya. Karena al-Qur’an itu bukanlah bahasa biasa yang mudah diucapkan asal orang mengerti. Tapi wahyu yang diturunkan Allah subhaanahuwata’ala. Allah swt. sendiri yang menjaganya dari kesalahan, sekecil apapun. Maka suatu kebodohan jika engkau membacanya tidak seperti yang diberikan padamu.

Kuatkanlah tekad dan semangatmu untuk mempelajari makharijul hurufnya, hukum-hukum bacaannya, hingga keluar dari lisanmu dengan cara yang sempurna. Jika lisanmu atau apa yang keluar dari tenggorokanmu tidak mampu menunaikannya dengan sempurna karena memang kau diciptakan dengan segala kekuranganmu, maka cukup kau berupaya untuk membenarkannya semampumu melalui lisan dan tenggorokanmu, walau ia keluar tidak sesempurna yang dituntut secara ideal. Jika hatimu teguh dan memang itu yang kamu maksud, maka sesungguhnya kau telah menyempurnakan bacaannya. Inilah yang dimaksud membaca al-Qur’an dengan sempurna. Allah swt. tidak membebanimu untuk sesuatu yang kau tak sanggup menunaikannya. Allah swt. memandang sejauhmana kekuatan niatmu.

Jangan kau terpedaya membaca al-Qur’an  dengan memfokuskan irama atau lagu sehingga enak didengar karena senandungnya. Walaupun tuntutan itu juga suatu kenyataan yang memang harus dilakukan untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an memang pantas mendapat kemuliaan tersebut. Tapi jika kau terfokus dengan irama dan lagunya dan melupakan makna dan tujuan untuk apa al-Qur’an diturunkan,  sungguh kau tertipu.

Al-Qur’an diturunkan bukanlah untuk nyanyian, bukan pula untuk pertunjukan, ataupun musbaqah (lomba) membaca al-Qur’an. Tapi ia diturunkan sebagai hudallinnaas (petunjuk bagi manusia). Petunjuk hanya bisa dirasakan kala kau memahaminya. Petunjuk hanya bisa ditunaikan kala kau paham dengan rambu-rambunya. Maka tugas engkau sesungguhnya adalah mempelajari al-Qur’an, menggali makna-maknanya, agar kau mengetahui rambu-rambunya sehingga kau mampu mengamalkan sepanjang hidupmu.

Jangan kau mengira untuk sampai pada tahap itu cukup hanya duduk dibangku sekolah, lima atau sepuluh tahun, apalagi kau merasa cukup mendengar pengajian dimajlis ta’lim satu kali seminggu. Ooo…tidak, kau harus menggunakan sisa-sisa umurmu untuk selalu mempelajarinya, jika tidak, kau tidak lebih hanya memahami al-Qur’an sangat sedikit, sangat sedikit.

Al-Qur’an semakin digali akan semakin terkuak kedalaman ajarannya, lantas bagaimana bisa kau mengatakan hanya dengan caramu itu kau telah memahami al-Qur’an, menggalinya saja sedikit dan upayamupun tidak menunjukkan kesungguhan, apakah mungkin akan mampu menguak kedalaman makna al-Qur’an yang semakin digali semakin dalam ???

Sesungguhnya al-Qur’an itu turun secara mujmal ataupun global, ia butuh penjelasan lebih lanjut yang membutuhkan keterangan-keterangan. Ini suatu kenyataan yang tak terbantahkan bahwa al-Qur’an tidak terbatas dalam kalimat-kalimat yang ada, tapi memiliki nilai dan pelajaran berupa petunjuk bak bola salju yang bergulir di atas salju, semakin digulirkan semakin besar. Ia akan terasa semakin berkembang kala ia semakin digali dan digali. Petunjuknya akan semakin berpendar, bercabang, beranting kala terus dipelajari makna-maknanya. Maka tak cukup ruang dan waktu untuk menjelaskan hakikat maknanya. Tidak cukup beratus, beribu, berjuta buku untuk menjabarkan hakikat maknanya.

Karena luasnya makna yang dikandung itulah, maka ia turun secara mujmal atau global. Agar dapat menggali maknanya yang begitu banyak dari berbagai sudut macam pandangan. Dan ketahuilah …penafsiran yang paling benar  untuk menjelaskan makna-makna al-Qur’an adalah hadits Rasulullah saw. Untuk itu tidak boleh mengabaikan hadits Rasulullah saw. dalam kehidupan.

Jangan terpedaya dengan pendapat-pendapat yang menyatakan al-Qur’an sudah sempurna, maka tidak perlu hadits Rasulullah saw. Benar al-Qur’an sempurna, dan kau harus yakin itu, tapi itu bukan berarti tidak butuh penjelasan dalam memahaminya, sebab al-Qur’an bukan langsung diturunkan kepada engkau dengan maknanya secara jelas. Apakah kau mampu memahami al-Qur’an saja tanpa petunjuk penjelas sebagai bayan ?

Sungguh …kau perlu penjelasan tentang al-Qur’an, dan itulah fungsi hadits Rasulullah saw. Demikianlah tujuan rasul diutus, sebagai penjelas dari makna-makna al-Qur’an. Maka hadits Rasulullah saw. wajib kau pelajari.

Mempelajari hadits Rasulullah saw. tidak cukup hanya engkau membaca dan mendengar hadits lalu selesai begitu saja. Ia keluar dari lisannya sang utusan, ia mendapat bimbingan wahyu. Maka kau harus berilmu tentangnya.

Ketahuilah …jangan kau anggap remeh urusan mempelajari hadits Rasulullah saw., dengan menganggap sama dengan mempelajari kata-kata hikmah atau sya’ir. Walaupun keluar dari lisannya sosok manusia, tapi manusia itu manusia mulia, berprediket Rasul. Posisikanlah hadits itu pada tempatnya, disana engkau akan menyadari bahwa hadits bukan kalimat-kalimat mutiara, bukan sya’ir, puisi atau prosa. Tapi ajaran yang mengandung konsekwensi hukum;wajib, sunnah, makruh dan haram.

Jangan gegabah dalam memahami hadits Rasulullah saw. dan terlalu cepat mengatakan ini dari beliau jika kau tidak yakin akan hal itu. Tahukah engkau, beliau sendiri yang mengancam siapa yang menyandarkan sesuatu pada beliau, sementara beliau tidak pernah mengucapkannya atau melakukannya, maka tempat duduknya di neraka (H.R Bukhari dan Muslim).

Lalu, dengan ini, apakah kau mengira mudah belajar hadits ? Belajar hadits butuh perjuangan dan kesungguhan. Apalagi ia telah berada dalam wilayah yang terkontaminasi perkembangannya oleh pihak-pihak pengingkar agama dengan memunculkan hadits-hadits maudhu’ (palsu). Sangat sulit untuk memilah apakah sesuatu itu hadits atau bukan.

Untuk itu kau butuh keilmuan yang dalam  tentang ini, kau harus memahami ilmu sanad (periwayatan hadits), matan (muatan hadits) serta perawi-perawi hadits yang telah teruji kredibilitasnya dalam memurnikan dan menjaga keotentikan hadits. Maka kau harus belajar ilmu hadits, tidak cukup hanya mendengar dan membaca lalu mengatakan ini hadits dengan mencukupkan berpedoman pada perkataan orang bahwa ini hadits.

Jalan ini panjang dan berat, dan jalan itu telah ditempuh oleh para pendahulumu, muhadditsin, semoga Allah swt. merahmati mereka. Belajarlah dari keilmuan mereka. Baca buku-buku dan karya-karya mereka, tela’ah apa yang mereka wariskan padamu. Berterimakasihlah pada mereka dengan mempelajari ajaran yang mereka tulis bersama tinta kesungguhan. Disana akan kau temui hadits yang layak kau pedomani hingga menjadi pengamalan.

Jangan kau sampaikan ini hadits kepada seseorang tapi kau sendiri tidak mampu menjelaskan apakah benar hadits atau bukan. Aduhai …berbahaya sekali apa yang kau lakukan. Lebih baik kau dikatakan orang yang tidak mengetahui apa-apa tentang hadits dari pada kau dianggap ahli hadits tapi sebenarnya kau penipu besar dan tukang palsu hadits.

Ketahuilah …tidak pantas kau menganggap dirimu ahli ibadah, atau ahli ilmu jika kau tidak paham dengan hadits, apalagi berharap dan merasa yakin kelak kau akan masuk jannatun na’aim dengan amal ibadahmu, sementara pemahamanmu tentang hadits begitu minim.

Maka suatu kebodohan bagi orang-orang yang melalaikan urusan menuntut ilmu tentang hadits Rasulullah saw. karena sama saja ia melalaikan memahami al-Qur’an, dan ketahuilah ….ibadahnya perlu dipertanyakan.

Sabtu, 16 November 2013

Derita Cinta Sang Gadis Bergelar “Shalehah”

Gadis itu tersungkur di atas sajadah yang telah lusuh, air matanya bergulir hingga membasahi tempat sujud. Jiwanya goncang, penuh penderitaan. Bayangan laki-laki yang telah mengecewakannya melintas. Memamerkan seringai culas penuh kemenangan karena ia telah berhasil mengkhianati cinta sang gadis. Kemudian bayang-bayang sosok lain hadir seiring pudarnya bayangan laki-laki yang telah menghancur luluhkan hatinya. Bayang-bayang yang baru hadir itu awalnya samar, namun akhirnya jelas.

Itulah sosok gurunya dulu, guru dengan tubuh kurus semampai, tulang-tulang pipinya yang menonjol, sorot matanya yang tajam, dengan wajah pasaran seadanya, keningnya berkerut seakan mengandung beban pikiran yang begitu berat, bibirnya tebal menghitam. Namun dari pancaran wajahnya terbersit sinar harapan pada murid-muridnya kelak menjadi sosok hebat yang akan memegang tampuk kejayaan dunia.
Dialah sosok guru yang dulu menanamkan pada gadis itu termasuk pada siswa yang lain, jangan sekali-kali mendekati , jangankan mendekati memikirkanpun jangan, satu kata khalwat. Ya, menjalin hubungan cinta ilegal antara laki-laki dengan perempuan yang tidak diikat ikatan suci pernikahan, pacaran.

“ Ketahuilah, cinta itu fitrah, ia tumbuh dan berkembang dengan kesucian yang harus tetap dengan kesuciannya, maka jagalah kesucian cinta itu dalam suatu ikatan suci, pernikahan. Jika kalian belum sanggup maka bersabarlah, jangan sampai karena ketidaksabaran, kalian mulai menempuhnya dengan cara menzhalimi kesucian cinta itu, melalui pacaran.”
“ Sungguh kepedihan akan mendera, kala kalian menzhalimi kesucian cinta yang kalian miliki. Boleh saja kalian berkilah, toh saat menjalankan hubungan cinta  dengan pacaran, enjoy-enjoy saja terasa, bahkan asyik. Ketahuilah …kebahagiaan yang kalian rasakan itu semu, lihatlah kelak, kala kalian mengalami kegoncangan, seperti, ternyata cinta kalian dikhianati oleh seseorang akibat kalian menyerahkan cinta padanya secara ilegal, bukan melalui pernikahan, maka kala itu kalian baru akan merasakan beratnya beban akibat cinta yang dikhianati, apakah kalian akan menuntut pada orang yang telah mengkhianati cinta kalian ? Ooo…tidak, malah semakin kalian menuntut akan semakin jatuh harga cinta kalian. Lalu bagaimana cara mengobatinya, rumit dan butuh waktu yang panjang. Cinta yang telah dirusak oleh orang lain akan menimbulkan keperihan yang meninggalkan sisa luka yang menganga. Dan sisa luka itu akan tetap tinggal dan berbekas. Sehingga harganya tidak akan sama dengan sesuatu yang masih utuh tanpa cacat.”   

Banyak siswanya yang mengamalkan ajaran sang guru itu. Menjaga diri agar tidak terjatuh pada cinta terlarang. Hanya saja sang gadis ini, kala mendegar petuah sang guru tersebut ia berlagak setuju, paham, dan dari segi sikapnya dibuktikan dalam kesehariannya dilingkungan sekolah. Ia gadis yang terkenal menjaga diri dari laki-laki, ahli shalat berjama’ah. Sampai-sampai sang guru yang memberi petuah itu kagum dan membanggakannnya dengan memberi gelar “shalehah”.
Ternyata semua itu hanya kebohongan semata, yang tersembunyi dalam balutan kecantikan wajahnya, terselubung dalam perilakunya yang menunjukkan keshalehan. Kala ia telah meninggalkan sekolah tersebut, dan sekarang ia telah menjadi mahasiswi. Maka segala nilai yang ia dapat di sekolahnya itu sama sekali tidak berbekas. Mana keshalehannya yang dibanggakan gurunya dengan gelar “shalehah” ?

Ia bangga dengan dirinya yang merasa cantik. Ia hapus jejak indah pengajaran yang ia dapat di sekolah dulu, ia bangun jejak baru, kala bertemu dengan seorang laki-laki gagah, rupawan dan cerdas. Hatinya mulai tertarik, lalu terpesona, akhirnya tak tahan untuk mengikatnya dengan hati sang laki-laki yang katanya juga mencintainya itu, maka keluarlah bahasa “My Darling”, kata-kata yang dulu tidak pernah singgah dilisannya.

Kala di sekolah dulu ia tidak begitu peduli yang namanya jejaring sosial. Hanya sekedar gabung dan berinteraksi dengan sesama. Namun kala ia telah menjadi mahasiswi, dan bertemu pujaan hati, jejaring sosial menjadi mainan jiwa, hari-harinya lebih banyak bersama jejaring sosial. Karena jejaring sosial membuat ia leluasa menuangkan lantunan nyanyian jiwanya yang penuh gelora asmara. Berharap sang pujaan hati mendengar isi hatinya, keluhannya, kerinduannya, keinginannya dan segala macamnya secara fulgar. Cinta telah membutakan hatinya, sehingga ia tidak menyadari bahwa jejaring sosial dinikmati banyak orang termasuk gurunya dulu dan teman-teman seperjuangannya satu komunitas, komunitas jurusan yang digadang-gadangkan oleh gurunya menjadi pelopor lahirnya sosok hebat yang akan membangun peradaban dunia yang menjulang. Cinta butanya membuat ia menganggap bahwa jejaring sosial adalah milik kita berdua.

Berbagai macam nasehat muncul, baik dari teman-teman satu komunitasnya dulu yang prihatin akan keadaannya yang mengalami perubahan kearah yang tidak diinginkan, sampai-sampai sosok gurunya itu juga ikut ambil bagian untuk mencoba memperbaiki keadaan.

Namun, cinta buta memang membutakan, nasehat tidak lebih ia anggap nyanyian setan yang mencoba mempengaruhinya, nasehat dari orang yang peduli padanya ia anggap kecemburuan, nasehat ia anggap kebencian orang padanya, nasehat ia anggap …., akhirnya karena keangkuhan dan kesombongannya, ia tercampakkan, terhinakan, dan terlupakan oleh orang-orang yang mencintainya atas nama kebajikan,teman-teman dan guru satu komunitasnya dulu. Aduhai …sungguh malang sekali nasib seseorang yang dicampakkan.

Namun ia merasa enjoy saja, tak peduli, memang cinta membuat ia buta, dan ia setuju dengan kebutaan itu hingga menikmati kebutaan itu. Malah ia blokade hubungan di jejaring sosial untuk orang-orang yang mencoba meluruskannnya dari cinta buta.

Namun hari itu, diatas sajadah lusuh itu, hatinya telah hancur luluh lantak akibat ulah sang pujaan hati yang ternyata mengkhianatinya. My Darling itu telah memiliki hati yang lain. My Darling yang menyebabkan ia rela menjual harga dirinya untuk kenikmatan semu. My Darling yang membuat ia rela melangkahi ajaran gurunya yang penuh harapan muridnya menjadi orang besar. My Darling yang membuat ia putus hubungan dengan teman-teman satu komunitas yang mencintainya.

Di atas sajadah lusuh itu, dihadapan bayang-bayang gurunya itu, yang dulu mencintainya karena kebajikan, memberinya gelar shalehah. Bayang-bayang itu kelihatan menakutkan, seakan mentertawakan dirinya yang dulu diberi gelar shalehah. Baru ia menyadari ternyata kesombongan, keangkuhan, jiwa arogansinya telah membuat ia tercampakkan pada jurang yang dalam. Kebenaran petuah gurunya mulai merayap dan terasa menyiksa karena sekarang ia merasakan kebenaran itu benar adanya. Hatinya perih karena telah terkhianati oleh sang kekasih, pilu bagai ditusuk sembilu, telah sembab matanya menahan keperihan kekecewaan. Ingin ia mengobatinya, tapi dengan apa ? Bukankah gurunya itu telah mengatakan, luka yang telah menganga akibat cinta terlarang akan meninggalkan bekas, bekas yang menyebabkan harganya akan jatuh. Tidak akan sama nilainya dengan yang masih utuh, tanpa cacat.

Akankah, berguna sebuah penyesalan ? Akankah bermanfaat air mata yang mengalir ? Akankah masih ada yang akan menampung cinta yang telah terkoyak ini pada jalan yang benar ? Apakah mungkin kesucian itu akan bisa diraih kembali kala telah ternodai ? Entahlah. (Wallaahu a’lam)

   

Rabu, 13 November 2013

Catatan Balanjuang Kolak Labu + Durian PK MAN Maninjau

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Puji syukur hanya kepada Allah Azza wa Jalla
Shalawat tercurah buat Rasululllah saw.


Takkan hancur dihantam badai, takkan goyang dari derunya taufan, sekokoh karang yang bertahan dari hantaman gelombang yang menggurita. Selama jalan itu berporos pada lingkaran kebajikan, selama alur yang dilalui tidak keluar dari garis rel kebijaksanaan, maka akankah bermanfaat segala hinaan dan cacian ? Akankah bermakna segala rintangan yang mencoba menenggelamkan ? Tak akan, insya Allah.


Demikianlah kami bertahan, demikianlah kami diajarkan, demikianlah kami ditempa. Dengan semangat ukhuwah, yang lahir dari satu kesamaan, kesamaan akan kesadaran diri bahwa tak ada yang layak dipersembahkan dalam hidup ini kecuali hanya sebuah pengabdian yang tulus, pengabdian yang menyatukan hati kami atas kecintaan, saling mencintai karena Allah swt. 

Kami retas jalan berliku, kami hadang jalan bergelombang, kami pancangkan asa ditengah derunya laju keangkuhan yang mencoba meluluh lantakkan semangat kami yang tertanam bak akar yang terhunjam pada dasar bumi, terpatri kuat tak tergoyahkan.


Biar siapapun bilang apa tentang kami, namun kami tetaplah kami, kami yang mencoba untuk mengikhlaskan diri menjadi orang yang ikhlas, kami yang mencoba mengagumi diri sebagai sosok yang layak dikagumi. Kagum karena  kami seorang muslim, kagum karena kami terlahir sebagai muslim, kagum karena kami dibesarkan dalam lingkungan muslim, kagum kami dipertemukan dengan saudara kami sesama muslim, kagum kami disatukan atas sebuah komunitas muslim, yang berjuang untuk kemusliman kami, sebuah komunitas yang kelak insya Allah menjadi saksi sejarah bahwa kami pernah menanam kebajikan bernilai ukhuwah, kebajikan yang diajarkan sang utusan, Rasulullah saw. bahwa sesama mukmin adalah bersaudara.

Kami sulam benang-benang ukhuwah, menjadi rangkaian tenunan cinta yang memukau, cinta yang kokoh atas dasar keyakinan tauhid. Apapun, bentuk apapun, kami coba menoreh dalam lembaran-lembaran sejarah, dengan tinta emas jiwa penuh persaudaraan.

Dan… torehan sejarah itu menuai, yang semoga torehan sejarah itu mengikat kami, menyatukan  kami, menggembirakan jiwa kami,  serta mengokohkan kami. Lebih dari itu, menyadarkan diri kami bahwa jalan yang kami tempuh, adalah jalan kebajikan.

“ Balanjuang”, demikianlah kami menjadikannnya momentum untuk mengikat jiwa-jiwa kami, mempersatukan kami, mengokohkan kami.  Inilah torehan sejarah yang telah menjadi tradisi bagi kami, keluarga besar PK MAN Maninjau, dari generasi kegenerasi.

Generasi yang kesekian dari komunitas kami, PK MAN Maninjau, generasi Ash-Haby (XI PK) dan Haraki (XII PK) mencoba  mengulang sejarah, perhelatan akbar itu tuntas sudah dengan nawaitu yang telah dipancangkan dengan kesungguhan, “Balanjuang Kolak Labu Plus Durian”. Subhaanalllaah ! Sungguh Allah swt. punya rencana  yang lebih  dahsyat dari apa yang kita fikirkan. 

Siapa yang menyangka tradisi itu semakin menggurita dari generasi ke generasi. Untuk dalam hal ini, nampak suatu keniscayaan, bahwa segala sesuatu yang ditorehkan jika dilandasi nawaitu ikhlas mengharapkan keridhaan Allah swt, maka ia akan menjalar menebar bagaikan asap yang terbang kemana-mana, ia akan menjadi ketauladanan bagi orang-orang belakangan.

Secara kasat mata, apalah keistimewaan dari “balanjuang”, toh acara makan-makan bersama, tapi tahukah ? Bahwa balanjuang bagi kami bukan sekedar makan-makan, tapi pembelajaran akan hidup secara bersama dalam ikatan Ukhuwah Islamiyah, rasa saling berbagi, saling mencintai, saling menghargai. 

Apapun yang dirasakan dari “balanjuang”, yang jelas “balanjuang” tidak mungkin dilaksanakan secara personal dan individual, sebab yang namanya “balanjuang” membutuhkan banyak orang. Dan banyak orang itu haruslah disatukan, jika tidak, “balanjuang” tidak akan berwujud. Maka balanjuang bagi kami momen untuk mengikat hati agar rasa kesamaan, kesatuan,  untuk mengarahkan persepsi yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh. 

Kami memang berbeda, berbeda latar belakang, berbeda tingkat keilmuan, berbeda akan pemahaman akan suatu hal. Mungkin ada diantara kami yang memiliki kekurangan disatu sisi namun disisi lain terdapat kelebihan, demikian pula sebaliknya bagi tiap-tiap individu-individu kami. Namun kekurangan yang saling mengisi bukankah akan mewujudkan suatu kesempurnaaan ? Insya Allah.

Untuk itu “balanjuang” bagi kami memiliki nilai tinggi, nilai untuk merajut ukhuwah, nilai bagi kami bahwa kami adalah bersaudara, nilai bagi kami bahwa kami harus bersatu, nilai bagi kami bahwa kami adalah satu kesatuan, dan nilai bagi kami bahwa kami saling membutuhkan. 

Ketahuilah …apapun yang kami lakukan menunjukkan bahwa kami bangga meniti jalan yang menurut kami menuju jalan kebajikan yang dijanjikan.

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh


(Catatan Kenangan Balanjuang Kolak Labu Plus Durian, Generasi Ash-Haby dan Haraki PK MAN Maninjau, pada 7 Muharram 1435 H di Lokal XI PK MAN Maninjau)