Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji syukur hanya milik Allah swt, shalawat teruntuk
Rasulullah saw.
Saudaraku yang dirahmati Allah swt, ana ingin mengutip sebuah hadits Ibnu
Abbas, kutipan ini ana peroleh dari
sebuah karya terjemahan Tim SAHARA, yang disunting oleh Ahmad Fadhil, berjudul
Ensiklopedi ar-Rahman ar-Rahim : Menjelajah Taman Kasih Sayang Allah SWT (
Jakarta : SAHARA publishers, 2006 ) dari judul asli “ Raudhah an-Na’im Fi
Ma’rifah ar-Rahman ar-Rahim, karya Sayyidah Hanan Fathi ( Mesir : al-Wafa, 2003
), cetakan pertama :
Rasulullah saw mengirim da’i kepada Wahsyi, pembunuh
Hamzah, untuk menyerunya masuk Islam. Wahsyi menjawab, “ Wahai Muhammad,
mengapa engkau menyeru diriku masuk Islam, padahal engkau telah berkata bahwa
pembunuh, pelaku syirik, ataupun pezina telah berbuat dosa dan akan disiksa
pada Hari Kiamat secara berlipat ganda dan dalam kondisi terhina? Aku telah
melakukan semua kejahatan itu. Apakah menurutmu ada keringanan buat diriku ?”
Maka, Allah SWT menurunkan ayat :
“ Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan
beramal shaleh. Mereka itulah orang-orang yang kejahatannya diganti oleh Allah
dengan kebajikan, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ ( Q.s.
al-Furqan [25] : 70 )
Wahsyi berkata, “ Wahai Muhammad, bertobat, beriman,
dan beramal shaleh adalah syarat yang sangat berat. Aku kira aku tidak akan
mampu melakukannya.”
Maka, Allah SWT menurunkan ayat:
“ Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik
terhadap-Nya, dan mengampuni dosa yang selainnya bagi orang yang
dikehendaki-Nya.” ( Q.S. an-Nisa’ [4]: 116 )
Wahsyi kembali berkata, “ Wahai Muhammad, aku piker,
kecil sekali kemungkinannya aku termasuk orang-orang yang dikehendaki Allah SWT
itu. Aku tidak tahu, apakah Allah SWT akan mengampuni atau tidak? Apakah ada
ketetapan selain ini?
Maka, Allah SWT menurunkan ayat:
“ Katakanlah,’ Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni semua dosa dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.’ ”
Wahsyi berkata,” Kalau ini, aku bisa.” Dia pun masuk
Islam. Kemudian, orang-orang lain berkata,” Wahai Rasulullah, kami juga
melakukan apa yang dilakukan Wahsyi.” Rasulullah saw bersabda: “ Ayat ini
berlaku umum bagi semua kaum Muslim.” ( Dalam catatan kaki tulisan ini
dijelaskan: H.R. al-Bukhari nomor 4810, Muslim nomor 122, dan an-Nasa’I nomor
469 ).( Halaman 56-57 ).
Dramatis, demikianlah kenyataannya, bagaimana Islam
begitu luas membuka kesempatan bagi orang-orang yang hendak mensucikan diri
untuk kembali ke jalan yang lurus. Sosok sekaliber Wahsyi yang dicatat oleh
sejarah bagaimana ia membunuh paman Rasulullah saw, Hamzah, prajurit yang gagah
berani di medan Uhud. Pendosa yang telah menoreh tinta hitam peradaban umat
Islam itu akhirnya tergabung dalam barisan panjang pejuang agama Allah swt.
Siapa sangka, dan siapa yang mengira keadaan manusia
bisa berbalik dari biadab menjadi beradab, dari pecundang malah menjadi
pejuang, dari terkutuk hingga layak diteladani. Ya, tiada satupun manusia yang
tahu bagaimana Allah swt membolak-balikkan hati manusia, dan tiada satupun
manusia dapat memprediksi siapa yang akan mendapat hidayah atau tersesat.
Hakekat ini kiranya menjadi tolok ukur bagi kita dalam
menyikapi perjalanan dakwah yang harus terus berjalan, dikala dakwah terasa
tidak bernilai apa-apa dimata insan yang kita harapkan penerimaannya, bahkan
mendapat kecaman, dikala benturan dakwah terkadang terasa begitu kokoh
sampai-sampai menyakitkan.
Saudarakau se-Iman
Kita pernah mungkin mendapatkan kedaan demikian,
dakwah yang kita harapkan mendapatkan cahaya dari dakwah yang kita usung, malah
yang kita temukan mereka memperolok-olokkan, menghina, dan mencaci. Pada saat
kita ditimpa keadaan seperti demikian, bagaiman sikap kita ? Minimal sikap hati
kita.
Mungkin muncul perasaan sakit hati, marah, hingga
terkadang tanpa kontrol malah kita balas tantangan itu dengan cara yang
memalukan, “ Dasar manusia pendurhaka, laknat Allah swt akan menimpa kalian ! ”
Demikian kiranya sumpah serapah kita, walau dalam hati. Atau agar lebih terasa
memuaskan, malah kita berdo’a kepada Allah swt, “ Ya Allah, sesungguhnya mereka
telah melecehkan agama-Mu, kami mohon kepada-Mu agar Engkau menimpakan azab
kepada mereka, agar kami dapat menyaksikan kemenangan agama-Mu,”.
Aduhai, Na’udzubillah
min Dzaalik.
Ketahuilah saudaraku…
Benar, kita harus marah dikala kebenaran dihinakan,
saat hikmah tidak bernilai apa-apa, namun sebelum kita terlalu jauh mengambil
sikap demikian, hendaklah kembali menapak tilas, bagaimana orang-orang shaleh sebelum kita menanamkan
nilai-nilai dakwah kepada umat, adakah mereka berharap kehancuran pada objek
dakwah ? Sama sekali tidak, bahkan dalam peperangan sekalipun, walaupun kita
sering mendapatkan adanya beberapa peristiwa peperangan yang dilakukan umat
Islam untuk membebaskan suatu wilayah, tapi dimulai dengan menyeru penduduknya
untuk menganut Islam dengan cara yang bijak, jika tiada jalan lain, barulah
pedang yang bermain, itupun bukan untuk menghancurkan penguasa wilayah
setempat, tidak lebih untuk membebaskan wilayah dari cengkraman penjajah yang
berlaku zhalim. Disaat suatu wilayah yang dikuasai kaum muslimin tidak dengan
perlawanan, penduduk setempat diberikan kebebasan menganut kepercayaan masing-masing
tanpa harus dipaksakan memeluk Islam.
Lihat ! Adakah mereka memaksakan dakwah? Hal ini
penting kita pahami, sangat penting, agar kita mampu menunjukkan dan
membuktikan bahwa Islam benar-benar rahmatallillaalamiiin,
bukan agama kekerasan yang disemai dengan pedang sebagaimana dipahami oleh
sebagian kalangan.
Oleh karena itu terlalu terburu-buru jika kita mencap
seseorang sebagai pendusta agama, kafir, munafik, pembangkang, apalah namanya,
bahkan sampai berharap segala Allah swt mendatang azab kepada mereka. Bagi
Allah swt hal itu begitu mudah, bahkan sangat mudah. Tapi jika hanya selesai
urusan sampai disitu, untuk apa Rasul diutus kepermukaan bumi, mengapa harus
ada perintah berdakwah, mengapa harus ada ulama pewaris para nabi ? Duhai …
ketahuilah, urgensi dakwah adalah menyeru umat manusia dari pengabdian kepada
makhluk agar mengalihkan kepada kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mengajak,
menasehati dan menyampaikan peringatan terhadap orang-orang yang lalai,
menghidupkan api suluh yang dapat memberi penerangan orang-orang yang berjalan
dikegelapan.
Saudaraku, keberadaan mereka, para pendurhaka inilah
yang menyebabkan keberadaan dakwah, jika urusan mereka cukup dimintakan azab
atas pelanggaran mereka, lantas dimana peran dakwah ?
Benahilah rasa yang muncul dihati kita yang tidak
layak terlintas, kembali ungkai dan tanamkan dalam jiwa kita, tugas dakwah
adalah tugas penyeruan, mengajak dan membimbing umat manusia ke jalan yang
telah digariskan Allah swt. Tancapkan pemahaman ini di dalam dada kita agar kita
lebih lapang untuk menerima benturan dakwah yang hakikatnya sebagai pengukur
kadar azzam kita, sejauhmana baru kita berjuang untuk dakwah.
Pada garis ini nampak urgensi kisah diatas sebagai
referensi dalam menetapkan garis perjuangan dakwah, bagaimana metode Rasulullah
saw menanamkan dakwah ke dalam dada umat manusia, walaupun terhadap pendurhaka
semacam Wahsyi sekalipun. Beliau selalu memberi harapan, cita-cita dan
kemudahan dalam urusan agama, sebagai pembuktian Islam bukanlah agama yang
dibangun dengan kekerasan hati dan berlebihan, Islam bukanlah dibangun dengan
paksaan dan tirani, tapi Islam mengajarkan pertengahan, siapa saja tanpa
pandang status, kedudukan dan latar belakang mereka, selama dengan kesungguhan
dan keikhlasan menerima cahaya Islam maka akan selalu ada tempat, bahkan bagi golongan
penentang keras sekalipun selalu ada harapan untuk mendapatkan tempat jika
Allah swt menghendaki. Bukankah hidayah itu berada dalam genggaman Allah swt.
Alangkah indahnya dikala hidayah itu jatuh pada hati manusia melalui upaya
kita. Subhaanallaah.
Wahsyi, hanya sekelumit contoh pendurhaka yang
akhirnya mendapat cahaya Islam, masih banyak sosok-sosok lain yang jika kita
telusuri jejak hidup mereka dalam menentang dakwah, saham mereka begitu besar, seperti Abu Sofyan
dan istrinya Hindun, namun lihat setelah itu Abu Sofyan dan Hindun masuk dalam
barisan Islam, bahkan putra mereka Muawiyah bin Abu Sofyan tergolong figur
tokoh yang memiliki pengaruh luar biasa, orang pilihan yang ditugaskan sebagai
pencatat wahyu, pendiri Dinasti Umayyah yang kekuasaannya merambah hingga
daratan perbatasan Cina, menyeberang lautan hingga mencapai Andalusia, Eropa.
Atau Siapa yang tidak kenal Umar bin Khattab ? Sosok premanisme yang begitu
ditakuti zaman jahiliyah, bahkan beliaulah orang yang telah menanam anak
perempuannya hidup-hidup di masa jahiliyah karena adat yang menuntut, lahirnya
anak perempuan merupakan corengan hitam pada dahi, sangat memalukan, hingga ia
tenggelamkan anaknya dalam tumpukan pasir. Sadis, kejam dan tidak berperikemanusiaan,
namun setelah itu, saksikanlah, disaat cahaya Islam masuk ke dalam jiwanya, dia
berubah menjadi Khalifah agung Umar al –Faruq, diantara khulafaurrasyidin yang
hanya berkuasa sekitar sepuluh tahun namun telah mampu membangun pemerintahan Islam
yang solid, imperium besar yang gagah berani dan selalu menjadi bahan
perbincangan semenjak zaman Rasulullah saw, yakni Persia dan Romawi akhirnya
tunduk dalam kekuasaannya pada peristiwa penting dalam sejarah Perang Qadisiyah
dan Perang Yarmuk, Palestina yang begitu lama dijajah akhirnya bebas dari
cengkraman perbudakan. Ya, dialah sosok yang berasal dari pendurhaka, tapi
berbalik menjadi sosok taat yang luar biasa. Siapa sangka ? Hidayah memang
milik Allah swt. Subhaanallaah.
Untuk itu saudaraku se-Iman. Dikala dakwah kita tidak
menampakkan hasil, mendapatkan penolakan yang serius, maka berdoa’alah kepada
Allah swt, “ Ya Allah bukakanlah pintu hati mereka menerima dakwah ini,
berikanlah mereka petunjuk ke jalan yang Engkau ridho. “ Karena siapa tahu, kelak
dikala Allah swt menetapkan hidayah pada mereka, jangan-jangan golongan yang
kita hinakan itu lebih besar sahamnya dari pada saham dakwah yang kita lakukan
yang terasa belum bernilai apa-apa. Renungkanlah.
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh