Wahai jiwa yang terasa gersang dan penuh
keraguan …duhai jiwa yang semakin dihimpit kerinduan akan cinta hakiki …kau
mungkin sudah tak sabar lagi untuk mengetahui …apa langkah-langkah yang harus
kau tempuh untuk menggapai cinta yang telah membuat kau tak mampu melelapkan
mata, walau sekilas telah kusampaikan harus dengan ilmu, tapi ilmu yang
bagaimana ? Walau sudah kukatakan ilmu ma’rifat ? Tapi ma’rifat dalam bentuk
apa ? Bagaimana memulainya ? Itulah mungkin pertanyaan yang bergulat dalam
rongga pikiranmu, sementara dadamu sesak dengan penasaran yang membuncah.
Ketahuilah … duhai hati …kuingatkan kepadamu …
takkan dapat sesuatu yang diinginkan kecuali dengan modal yang sungguh-sungguh,
pemahaman yang kuat. Apalagi jika kau ingin meggapainya dengan cara instan,
takkan pernah kau menggapainya. Namun untuk melepaskan dahagamu, biar biar
kurangkai jalan-jalan ini dengan hati-hati, perlahan dan tidak tergesa, resapi
maknanya dengan hati-hati dan jangan lanjutkan jika kau tak mengerti. Langkah
awal yang hendak kau gapai dalam ilmu ma’rifat mencari cinta hakiki adalah :
Cobalah kau kembali mematut-matut kembali,
mengingat-ngingat kembali, kala kau melihat seseorang, lalu muncul desiran
halus dalam jiwamu, betapa cantiknya orang itu, sehingga kau terpesona,
terucapkan kata rasanya kelu lidah ini, matamu enggan untuk beralih dan desiran
gelora jiwamu terasa berat, hatimu dirundung rasa lain yang bahkan mampu
mempengaruhi suhu tubuhmu, sampai-sampai mengalir peluh walau dalam cuaca dingin.
Itulah cinta, kata mereka yang berfikiran dangkal, cinta yang lahir dari
pandangan mata. Apa yang terserap oleh matamu kau alirkan dalam pikiran jiwamu,
hingga melahirkan gelora yang tak terungkap, tapi kau merasakannya sangat
hebat.
Ketahuilah, itu sebenarnya bukan cinta hakiki,
tapi itu tanda-tanda dari sebuah cinta, ya, itu hanyalah tanda-tanda cinta,
bukan cinta hakiki, jika boleh dikatakan salah satu jalan menggapai cinta
hakiki, sebab tak semua orang akan dapat menikmatinya, apakah orang buta dalam
hal ini akan mendapatkan kenikmatan tersebut ? Tentu tidak, padahal cinta
hakiki itu meilik semua.
Namun jika ia menjadi anganmu, menjadi tumpuan
harapan hatimu, dan sulit bahkan tidak mampu lagi kau memalingkan pikiranmu,
sungguh kau telah terpesona. “KETERPESONAANMU “ itulah cinta hakiki. Jika kau
telah terpesona, maka jiwa dan ragamu kau serahkan pada keterpesonaan tersebut,
alam kasarmu akan hancur dan akan larut pada keterpesonaan itu, yang nampak
bagimu hanyalah yang membuat kau terpesona tersebut, perkataanmu tidak keluar
dari keterpesonaan tersebut, langkah dan tindakanmu mengiringi keterpesonaan
tersebut, yang lain tidak. Dalam hal ini siapapun akan dapat merasakannya walau
orang itu buta sekalipun, tuli sekalipun, bahkan tidak bisa bergerak sekalipun,
kecuali jika memang ruh tidak lagi berada pada jasad.
Maka yang harus kau cari dalam hal ini adalah
menggapai “ KETERPESONAAN ”. Mulailah melihat sekitarmu, dengan mata kepala dan
mata batinmu, niscaya kau akan menemukan keterpesonaan tersebut. Tak perlu
jauh-jauh, lihat dirimu sendiri, mengacalah, mengapa dirimu begitu indah,
menarik dan menawan, tersusun dengan organ-organ yang saling memiliki sinergi
antara yang satu dengan lain. Mampu digerakkan dan diperintahkan, jika satu
sakit yang lain merasakan penderitaannya, refleks saling menjaga dan bantu
membantu, kala debu berupaya menusuk matamu, kelopaknya langsung menghadang,
kala kakimu tersandung batu kala dalam perjalanan, tubuhmu langsung menahan
laju kakimu yang lain untuk meneruskan perjalanan, tanganmu refleks mengelus
kaki yang sakit, mencoba memberi bantuan, saat matamu menyaksikan kakimu itu
bengkak, pikiranmu langsung mengusulkan agar dibawa pada tukang urut, ia
memberi analisa jika tidak cepat diobati maka akan berakibat fatal, maka hatimu
menyetujuinya, sehingga sepakatlah tubuhmu untuk menuju tukang urut agar kakimu
segera diobati, dengan harapan pulihnya kakimu, memang kakimu yang pulih, tapi
seluruh jasadmu akan merasakan imbas kepulihan itu. Demikianlah sebuah kerajaan
dalam dirimu yang saling bersinergi dan saling membutuhkan, ia tidak berdiri
sendiri, ibarat satu bangunan yang tersusun dari berbagai macam elemen sehingga
berdiri kokoh. Jika ada satu saja yang tidak berfungsi maka kau akan merasakan
kekurangan, orang menyebutnya cacat, kebahagiaan hidup terasa kurang.
Renungkanlah, mengapa hal tersebut bisa terjadi
? Apakah terjadi secara kebetulan ? Apakah dirimu yang mengatur semua itu ?
Jika memang dirimu yang mengatur mengapa harus ada gerakan ketidaksengajaan,
refleks, namun bermanfaat untuk dirimu, apakah kau mampu mengatur secara
sempurna segala perbuatan-perbuatan tubuhmu, Oooo… tidak wahai hati, ia telah
dirancang oleh Sang Maha Agung, Sang Maha Agung tersebut dengan Kemaha Agungan
dan Segala Kemaha Kuasaannya ia lakukan hanya dalam “kun fayakun “ , Jadilah,
maka jadilah ia. Maka hadapkanlah hatimu
kepada yang mengagumkan itu, siapakah ia ?
Kau mungkin
memulai untuk memikirkan, bahwa engkau bisa lahir, berdiri tegak, karena
ada yang melahirkanmu, lalu mungkin kau akan mengira, yang melahirkanmu itulah
yang mengagumkan, karena tanpa ada yang melahirkanmu niscaya kau tidak akan
lahir, namun apakah sampai disana ? Bukankah yang melahirkanmu juga terlahir,
dan yang terlahir itu juga terlahir ? Lantas dimana ujungnya ? Ya pada
perhentian dari siapa yang melahirkan pertama, dan Ia telah ada tanpa ada yang
mengadakan-Nya. Ialah Yang Pertama, Al-Awwal, Ia lah yang telah membuat
segalanya, dan Ialah yang menetapkan urusan segalanya.
Jika pertama tentu satu, tidak berbilang.
Mungkin hatimu terusik, lalu yang pertama itu siapa yang membuatnya ? Oooh … duhai
hati, tidakkah kau tahu tidak ada sebelum yang pertama. Kalaupun dalam kajian
angka-angka, disebut nol, kosong, tidak bernilai. Lalu muncul lagi pertanyaanmu
, apakah yang pertama itu dari kekosongan ? Dangkal sekali cara berfikirmu, apakah
mungkin kosong itu lebih tinggi dari yang pertama ? Kosong itu sesuatu yang
sangat rendah dan tidak bernilai, hampa. Maka yang tertinggi adalah yang
pertama.
Siapa yang pertama itu ? Tentunya Yang Memiliki
Segala Kekuasaan, Memiliki Segala Kemampuan, Memiliki Segala Yang Tidak
Dimiliki Yang Lain. Jika masih ada yang lain menandinginya, itu bukan pertama namanya. Jadi yang pertama itu adalah
Yang Tidak bisa ditandingi. Dialah Allah s.w.t., yang disebut namanya dalam
al-Qur’an, lancar dalam lisan utusan-Nya.
Jika kau sudah sampai pada pemahamanmu, kau
sudah memahaminya, bahwa ada yang mengatur urusanmu, dan membuat dirimu
sedahsyat itu, tidakkah kau “TERPESONA” dengan yang mengatur dirimu itu ?
Renungkan kembali, kala kau melihat seseorang,
lalu muncul desiran halus dalam jiwamu, betapa cantiknya orang itu, sehingga
kau terpesona, terucapkan kata rasanya kelu lidah ini, matamu enggan untuk
beralih dan desiran gelora jiwamu terasa berat, hatimu dirundung rasa lain yang
bahkan mampu mempengaruhi suhu tubuhmu, sampai-sampai mengalir peluh walau
dalam cuaca dingin. Maka kau harus melanjutkan pencarianmu, siapa yang telah
membuat semua itu ? Jika hasil buatannya saja sudah membuat kau terpesona namun
belum hakiki, lantas apakah kau tidak akan mencapai pesona di atas pesona kala
kau menyadari Sang Pembuat pesona itu, yakni pesona hakiki ?
Pada tahap ini, keterpesonaanmu meyaksikan
seseorang tidak akan lagi membuat kau terikat dengannya, karena kau telah
melambung jauh tinggi pada keterpesonaan yang membuatnya. Orang tersebut
hanyalah alat dan media bagimu untuk mencapai keterpesonaanmu yang
sesungguhnya. Mana yang hendak kau pilih alat atau media tersebut atau Sang
Pemiliknya ? Jawablah dengan nurani yang jujur dan hati-hati, niscaya engkau
akan merasakan kenikmatan tersendiri dengan jawabannya, tak dapat disangkal
orang yang berpikiran jernih akan memilih Sang Pemiliknya, yang tentu memiliki
Segala Kemaha Pesonaan.
Maka kesanalah hendaknya keterpesonaanmu
berlabuh, kesanalah angan dan citamu, kesanalah tumpuan hidupmu, dan kesanalah
tempatmu menghambakan diri, ya, disanalah cintamu kau labuhkan, Dialah Allah s.w. yang mempesona, pesona di
atas pesona.
Sungguh jika kau mampu menggapainya, kau telah
meraih cinta hakiki. Kau takkan kecewa, sebab urusan ada pada-Nya, Ia Maha
Gagah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Memiliki Asma’ul Husna, nama-nama yang
hanya kebaikan yang ada pada-Nya. Segala apa yang Ia tetapkan adalah kebaikan,
segala keputusan-Nya berlandaskan cinta. Jika kau menemukan dalam hidupmu suatu
urusan yang membebanimu dan membuat kau kecewa yang didatangkan-Nya. Itu hanya
menurutmu, tapi hakikatnya terbaik menurut Ia, memahami terbaik menurut Ia
itulah yang perlu kau gali lebih lanjut. Tak masuk dalam logika apapun,jika Sang Pemilik Urusan mencelakakan urusannya
sendiri.
Untuk tahap ini, cukup kau memahami sampai
disini dulu, sebelum lebih jauh kau melangkah, jangan tergesa-gesa, pahami
dengan hati-hati dan mawas diri. Kukira kau cukup paham, bahwa agar kau
memperoleh cinta hakiki, sering-seringlah menyaksikan sekitarmu dengan mata
kepala dan mata hati, tentang keindahan-keindahan dan segala ciptaaan yang
telah ada, lalu kau cari jalan untuk memahami mengapa semua itu ada dan
terjadi, hingga kau sampai pada putusan, segalanya berawal dari pemilik utama,
sungguh mempesona pemilik utama itu. Dialah Allah s.w.t.
Ilmu ma’rifat itu adalah kenali, pelajari, gali
dan pahami ilmu tentang penciptaan, segala apa yang ada dengan segala
keteraturannya, niscaya kau akan mencapai hakikat dari semua itu, yakni ada
sesuatu yang mengaturnya, hingga membuat kau “ TERPESONA”, hingga kau
mencintainya.
“ Sesungguhnya dalam setiap penciptaan langit
dan bumi, pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal.” (T.Q.S. Ali Imran : 190)