WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO
WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

Sabtu, 05 September 2015

Kultum W. Khatib Bandaro : Mari Luruskan Tujuan Hidup Kita

Materi Kultum Wendri Nalki Khatib Bandaro :

“Mari Luruskan Tujuan Hidup Kita”

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Pernahkah kita mendengar dana pelaksanaan haji ditilap? Atau pelaku suap untuk lolos menjadi PNS orang-orang yang berlatar pendidikan agama Islam? Atau pejabat korup terhadap dana percetakan  Kitab al-Qur’an sebagai kitab suci? Atau dilembaga pendidikan yang katanya bercirikan khas Islam, taruhlah misalnya madrasah, tapi pola pendidikannya jauh dari nilai-nilai Islam? Seperti acara perpisahannya menggunakan music dengan nyanyian-nyanyian syair yang tidak mendidik, lomba class meeting futsal antar kelas dengan diiringi musik sambil joged, dan bangga dengan siswanya yang menjuarai lomba nyanyi sambil menggerak-gerakkan tubuh penuh syahwat?
Jika pernah, inilah fenomena sebagian umat Islam hari ini. Inilah fenomena kita yang umat Islam jumlahnya banyak tapi sama sekali tidak menunjukkan karakteristik Islam dalam kehidupan. Kita hari terombang-ambing  oleh zaman, terperosok dan larut di dalamnya. Jika kita tidak mengikutinya, kita akan ketinggalan, kata mereka yang telah tertipu dengan dunia ini dan telah kalah dalam perang pemikiran yang dilancarkan oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan Islam. Inilah zaman yang disinyalir oleh Rasulullah saw. dalam hadits dari Tsauban yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, bahwa hampir saja, umat Islam berada dalam jumlah yang banyak, tapi terombang-ambing tak tahu arah, Allah menghilangkan rasa takut dari hati musuh-musuh kalian dan menimpakan pada kalian penyakit wahn, yakni “hubbuddunya wa karahiyatulmaut “, cinta dunia dan takut akan kematian. Na’udzubillah.

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Fenomena apa sebenarnya ini? Ya, fenomena kita yang hakikatnya tidak memahami untuk apa kita diciptakan, tidak mengerti apa yang harus dilakukan di permukaan dunia ini, dan fenomena tipisnya keyakinan bahwa hidup di dunia ini bukanlah untuk selama-lamanya. Semua itu telah diajarkan oleh Islam, hanya kita tidak mengerti atau tidak mau mengerti. Sehingga yang terpatri dalam jiwa bahwa kita hidup dipermukaan bumi ini bagaimana cara hendak menyelamatkan diri semata agar tetap bertahan hidup, agar hidup mendapatkan kebahagiaan hari demi hari, sehingga kita lupa bahwa ada hidup setelah kehidupan ini. Jika demikian, apa bedanya kita dengan hewan? Yang hidup hanya bagaimana untuk bertahan hidup?

Ketahuilah !

Islam telah mengjarkan, kita diciptakan untuk beribadah,
 “ wamaa khalaqtuljinna walinsa illaa liya’buduuni”, Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”, demikianlah Allah swt. menegaskan, terdapat dalam surat Adz-Dzaariyaat ayat 56. Maka segala aktifitas kita hendaklah dalam rangka menunaikan ibadah tersebut.
Untuk itu tempuhlah kehidupan untuk menunaikan ibadah. Silahkan kais rezki, cari kedudukan, cari keamanan diri, tapi haruslah dalam rangka agar ibadah kita kokoh, sebab ibadah tanpa rezki tidak akan terwujud, ibadah tanpa kedudukan dan keamanan tidak akan berjalan dengan baik.
Dari ibadah inilah akan memancar nilai-nilai Islam yang hakiki, segala macam penyimpangan yang menggiring kita tentu akan terhindar, karena ibadah tidak akan diterima melalui penyimpangan.  Tidak akan mungkin kita akan melakukan apalah namanya korupsi, menilap uang rakyat, atau mencari mata pencaharian dengan cara yang gelap, mengumbar hawa nafsu dan mengikuti syahwat dunia karena kita tahu semua itu bertolak belakang dari konsep ibadah. Maka kesadaran kita akan ibadah akan membawa kita pada jalan-jalan lurus yang diridhai oleh Allah swt. Mari kita luruskan tujuan hidup kita.

Jika ini kita pahami dengan baik, dan seluruh umat Islam memahaminya, insya Allah takkan ada istilah pelaku-pelaku kemaksiatan, kemungkaran dan segala macam tindakan amoral dimotori oleh umat Islam. Seberapa kita baru yang memahaminya? Wallahua’lam.

Kultum W. Khatib Bandaro : Mari Membangun Generasi Kita dengan Keteladanan

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“MARI MEMBANGUN GENERASI KITA DENGAN KETELADANAN”

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Salah satu dari tujuan pernikahan bagi seorang muslim adalah melahirkan keturunan muslim yang banyak. Sebab Rasulullah saw. membanggakan sekali dengan umatnya yang banyak. Hari ini, memang keturunan, dalam hal ini anak-anak kaum muslimin banyak, tapi perlu dipertanyakan apakah anak-anak yang banyak itu benar-benar karena hendak menunaikan keinginan Rasulullah saw. dengan umat yang banyak? Atau anak banyak tak lebih dari mencari jalan yang halal untuk mengumbar hawa nafsu melalui pernikahan?
Ketahuilah kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !
Keinginan Rasulullah saw. dengan umat yang banyak bukan berarti sekedar banyak anak, tapi banyaknya orang-orang yang mengamalkan Islam dan memperjuangkan Islam.  Sekarang, mari kita lihat keberadaan anak-anak kaum muslimin hari ini, khusus para remaja dan pemudanya. Berapa persentase yang mengamalkan Islam dan memperjuangkannya? Cukup lihat saja di masjid, bukankah masjid tempat aktifitas utama bagi seorang muslim dalam menunaikan keta’atan. Berapa jumlah para generasi Islam yang memakmurkan masjid? Tak syak lagi, yang kita temukan di masjid hanyalah orang-orang tua, yang sudah uzur hanya menunggu ajal menjemput. Kemana para pemuda yang katanya pemuda Islam? Mana anak-anak yang katanya anak-anak muslim? Mana katanya keturunan muslim yang banyak itu?
Mari kita lihat dijalan-jalan, di tempat-tempat hiburan, dipersimpangan-persimpangan jalan, atau di “lapau-lapau”, maka kita akan menemukan mereka disana dengan jumlah yang tak terhitung, dengan mempertontonkan perilaku yang menyimpang, sama sekali tidak menunjukkan akhlak Islami. Berkendaraan di tengah jalan tanpa aturan, tertawa terkekeh, berpelukan laki-laki perempuan, dan yang perempuan tidak pula menutup aurat. Nyanyian-nyanyian setan mereka hafal, dua atau tiga ayat al-Qur’an, jangankan menghafalnya, membacanya saja terbata-bata.
Tentu saja hal ini tidak bisa dipahami secara merata. Ini hanya sebagai  gambaran, bahwa ternyata generasi yang kita bangga-banggakan sebagai generasi yang banyak tidak membawa kebaikan pada Islam, yakni  tidak sesuai dengan yang diinginkan Rasulullah saw.  Kalaupun terdapat banyak anak-anak di masjid, yang memilukan malah membuat kekacauan dan menggaggu kekhusyu’an ibadah orang-orang yang melaksanakan ketundukan, akhirnya mereka diusir dari masjid.

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Mengapa hal seperti ini bisa terjadi?

Banyak kita tidak memahami hakikat pernikahan dalam Islam, ini yang pertama.
Yang kita tahu menikah adalah menghalalkan sesuatu yang sebelumnya haram antara hubungan laki-laki dengan perempuan. Padahal tujuan dari pernikahan salah satunya adalah membentuk keluarga sakinah, mawaddah warahmah dengan lahirnya keturunan-keturunan yang shaleh. Tapi karena pernikahan hanya dipahami menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan, kesudahannya, itulah yang kita saksikan hari ini, lahir anak, tapi tidak terurus, tidak terdidik dan menjadi sampah dalam masyarakat.

Kedua, Pola pendidikan kita yang salah terhadap anak.
Sadarilah! Anak yang shaleh bukanlah lahir dengan sendirinya, namun ia dididik oleh orang tuanya untuk menjadi shaleh, tentunya orang tuanya terlebih dahulu harus menjadi shaleh. Bagaimana bisa anak menjadi shaleh jika orang tuanya sendiri tidak shaleh? Anak diperintahkan baca al-Qur’an, shalat, sementara orang tua sendiri tidak pernah baca al-Qur’an, bahkan ada yang tidak bisa membacanya, dan tidak pernah shalat. Pola keteladanan, inilah yang sangat tipis hari ini. Ini yang dimaksud pola pendidikan yang salah.

Untuk itu, kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !
Hendaknya kita intropeksi diri, sudahkah kita menjadikan generasi kita menjadi  generasi terbaik yang dimulai dari kita sebagai generasi terbaik? Peran orang tua dalam mendidik anak, peran tokoh masyarakat dalam mencontohkan akhlak yang baik, serta peranan ulama dalam menanamkan nilai-nilai Islam sangat menentukan.
Kesimpulannya, generasi hari ini adalah generasi yang akan melanjutkan perjuangan Islam ke depan, dan menggantikan para pendahulu mereka. Maka mulailah dari pendahulu mereka dengan mewariskan yang terbaik, insya Allah mereka akan melanjutkannya, jika tidak tunggulah kehancuran generasi ini kelak.
Ingatlah apa yang Allah swt. tegaskan sebagaimana terdapat dalam surat Maryam ayat 59 : “Fakhalafa mimba’dihim kahlfun adhaa’ushshalaata wattaba’usysyahawaati, fasawfa yalqawna ghayyaa”, maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
Camkanlah wahai kaum muslimin Rahimakumullah ! Jumlah kaum muslimin yang banyak yang diinginkan Rasulullah saw. adalah generasi terbaik, yang mewarisi kebaikan dari pendahulunya. Semoga kita mampu melahirkan generasi yang didambakan Rasulullah saw. Amiin.


  


kultum W. Khatib Bandaro : Mari Kita Luruskan Cara Pandang Terhadap Masjid

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“MARI KITA LURUSKAN CARA PANDANG TERHADAP MASJID”

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Mengapa Rasulullah saw. pertama kali kala hijrah ke Yastrib yang akhirnya bernama Madinah yang dibangun Masjid? Karena masjid adalah pondasi dalam membangun tatanan umat. Dari masjidlah segalanya dimulai. Masjid tempat menunaikan pengabdian dalam bentuk ibadah, terutama shalat. Masjid tempat berkumpulnya seluruh elemen masyarakat. Masjid tempat menghapus segala kedudukan keduniaan, tak ada pejabat atau rakyat jelata di masjid. Si kaya dan si miskin bersentuhan badan di masjid dalam shalat berjama’ah. Orang berilmu dimuliakan di masjid. Ahli ibadah mendapat ketenangan di masjid. Dan masjid adalah tempat yang paling suci yang terjaga kesuciannya.
Oleh karena itu …wahai kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah ! Nyata sudah, masjidlah yang menjadi pondasi utama berperan penting dalam membangun umat. Hanya saja pertanyaannya, mengapa peran masjid yang demikian seakan tidak membumi hari ini? Masjid kita indah, namun tidak diminati oleh jama’ah, sepi dan sunyi, bahkan, na’udzubillah, ada masjid yang terkunci dalam tanda kutip siang hari, tidak berkumandang azan, yang tentunya tidak ditunaikan shalat berjama’ah. Apakah kita tidak menyadari, bahwa shalat berjama’ah adalah penyebab terhalangnya bala datang pada suatu kampung? Jika di masjid tidak ada lagi orang yang mendirikan shalat berjama’ah? Pantaskan negri kita dilanda bala? Renungkanlah, sungguh ini peringatan yang keras bagi kita !

Inilah kiranya jawaban mengapa kondisi masjid kita memprihatinkan hari ini :

Pertama, karena kita tidak memahami peran masid sebagai lembaga yang berfungsi untuk membangun umat. Yang kita tahu masjid hanya tempat shalat, dan tabligh umum, tidak ada selain itu. Maka apa yang terjadi? Masjid kita ramai di bulan Ramadhan, namun kembali sunyi di luar Ramadhan, masjid kita penuh dengan jama’ah kala ada acara tabligh besar-besaran, namun jika tidak ada aktifitas tabligh kembali kosong.

Kedua, kita memahami masjid tempat berlindung yang aman.
Akibatnya, kala datang musibah, bencana, baik longsor, banjir dan lainnya, kita melarikan diri ke masjid, berlindung dan menjadikan tempat pengungsian. Apakah memang demikian tujuan masjid dibangun? Atau apakah kita harus ditimpa bencana dulu baru kita datang ke masjid?

Ketiga, Masjid kita pahami milik umum dan siapa saja memiliki hak di masjid.
Kesudahannya, masjid telah berfungsi sebagai tempat umum, wc masjid menjadi wc umum, lapangan masjid tempat berjualan, dan bahkan tak asing lagi sekarang pencurian sering terjadi di masjid, seperti raibnya sandal jama’ah, kotak infak yang hilang, atau alat-alat masjid yang dijadikan milik pribadi.

Keempat, ini yang paling menyedihkan, masjid dijadikan sebagai tempat mencari hidup.

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Tugas kita memakmurkan masjid, menghidupkan masjid, bukan mencari hidup di masjid. Jika ada pembagian sembako di masjid, kita datang ke masjid. Jika ada acara buka bersama gratis di masjid, kita ikut didalamnya, atau jika terdapat pembagian bantuan melalui masjid kita marah jika tidak diundang ke masjid. Ini artinya kita mencari hidup di masjid. Bukan menghidupkan masjid.

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Mari kita renungkan firman Allah swt, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 18 : “Innamaa ya’muru masaajidallaahi man aamana billaahi walyawmilaakhiri wa aqaamashshalaata wa aatazzakaata wa lam yakhsya illallaaha, fa’asaa ulaaaaaika anyakuunuu minalmuhtadiin”, sesungguhnya, yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali pada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Apa yang kita pahami dari makna ayat ini? Jika kita ingin mendapatkan petunjuk, maka makmurkanlah masjid, hidupkanlah masjid, jangan mencari hidup di masjid, cintai masjid. Semua itu hanya akan mampu dilakukan oleh orang-orang beriman kepada Allah swt. dan hari kemudian,  mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan haya takut hanya pada Allah. Pertanyaanya sudah kita tergolong orang-orang yang menjadi syarat dalam memakmurkan masjid? Jika belum, pantas jika kondisi masjid kita seperti ini, sunyi dari jama’ah, tidak kita peroleh kebaikan di dalamnya, karena kita sama sekali tidak memfungsikan masjid sesuai dengan yang seharusnya.
Lalu apa yang kita banggakan dengan masjid kita yang megah jika sunyi? Majid kita yang penuh dengan lampu-lampu dan marmer yang memukau namun tidak menarik untuk beribadah di dalamnya? Apa yang kita banggakan dengan menara masjid yang menjulang jika tak lebih bentuknya sama dengan bangunan lain yang juga punya menara? Apa yang kita banggakan dengan speakernya yang kuat dan keras suaranya, jika bunyi azan yang terpancar melaluinya tidak membuat kita bergeming untuk menunaikan shalat di masjid?

Marilah kita berbenah, mari kita luruskan cara pandang kita tentang masjid, mari kita imarahkan masjid, semoga kita tergolong orang mendapatkan petunjuk. Fa’tabiruu yaa Ulil Abshaar, la’allakum turhamuun.

Kultum W. Khatib Bandaro : Mari Menjaga Diri Dengan Shalat

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“ MARI MENJAGA DIRI DENGAN SHALAT ”

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Shalat terkadang tetap terasa berat bagi kita untuk melakukannya, terkadang rasa malas muncul untuk menunaikannya, walau akhirnya kita tunaikan dalam keadaan tentunya setengah terpaksa. Atau terkadang kita telah berupaya untuk shalat secara khusyu’, tapi tetap saja rasa khusyu’ kita itu buyar ditengah-tengah shalat kita. Dan masih banyak problem lain yang kita rasakan dalam shalat, intinya shalat kita seakan-akan tidak sempurna dan kita tidak begitu benar-benar merasakan nikmatnay shalat. Ketahuilah ! Inilah gangguan syetan, dan menunjukkan bahwa ternyata memang gangguan syetan itu berat, sangat berat.
Mengapa gangguan syetan lebih besar terasa dalam shalat? Dan mengapa pula begitu beratnya bagi kita untuk mengatasi gangguan syetan dalam shalat?

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Shalat sesungguhnya pangkal dari segala urusan kita diciptakan ke permukaan bumi ini, yakni untuk beribadah kepada Allah swt. Dari shalat inilah memancar ibadah-ibadah yang lain. Shalat membentuk jiwa kepatuhan seseorang sehingga jika ia telah terbina melalui shalat, maka akan mudahlah baginya untuk menunaikan keta’atan yang lain. Perhatikanlah bacaan-bacaan shalat, gerakan-gerakan shalat, semuanya bermuara pada ketundukan yang menunjukkan kepatuhan. Bacaan shalat dengan munajat do’a-do’a penuh ketawadhua’an, gerakan shalat yang mengikis kesombongan diri seperti sujud. bukankah semua itu bentuk dari kepatuhan sebagai muara dari ketundukan?
Ini baru dalam tahap antara kita dengan Allah swt. atau Hablumminallah yang diajarkan dalam shalat. Sementara dalam konsep hablumminannas semuanya juga berpangkal dari shalat. Seseorang yang shalatnya baik, maka ia hidup bergaul dengan manusia dengan cara baik, berbuat yang ma’ruf dan mencegah dirinya dari berbuat kemungkaran. Allah swt. telah menyatakan, sebagaimana tertulis dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 45  yang bermaksud: “Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar”. Bahkan dalam surat al-Ma’un dijelaskan, bahwa tanda-tanda orang yang celaka dalam shalatnya adalah orang-orang yang enggan memberikan bantuan terhadap saudaranya yang mukmin dengan barang yang berguna. Lihatlah makna surat tersebut, tepatnya korelasi ayat 4 dengan ayat 7. Dalam ayat 4 disebutkan : "fawaylullilmushalliina",  maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. Kemudian pada ayat 7 golongan yang celaka itu dijelaskan:"wayamna'uunalmaa'uuna",  dan enggan memberikan bantuan dengan barang yang berguna.
Konsepnya adalah, shalat sumber dari segala sumber utama dari aktifitas kita dipermukaan bumi ini, dan menjadi penentu kedudukan kita di sisi Allah swt. baik di dunia apalagi diakhirat kelak.
Dari sini terjawab pertanyaan tadi; mengapa gangguan syetan lebih besar terasa dalam shalat? Dan mengapa pula begitu beratnya bagi kita untuk mengatasi gangguan syetan dalam shalat? Karena syetan hendak menjerumuskan kita dari pokok kehidupan kita, hendak menjerumuskan kita dari tujuan apa kita diciptakan.Sesuai dengan makna syetan itu artinya menjauhkan kita dari Allah swt.
Mengapa begitu besarnya keinginan syaithan menjerumuskan kita? Agar kelak kita dapat bersama-sama mereka menempati kedudukan yang hina, karena mereka telah dicap dengan kehinaan di dunia dan di akhirat, maka mereka hendak mencari pengikut-pengikut untuk sama-sama menjadi hina. Mereka tidak rela menjadi golongan yang hina tanpa manusia juga menjadi golongan yang hina. Maka sekeras dan sekuat apapun kita berjuang untuk menjadi mulia, maka sekeras dan sekuat itu pula mereka hendak menjerusmukan kita pada kehinaan.
Maka, jagalah diri wahai kaum muslimin/muslimat rahimakumullah ! Bentengi diri dengan shalat, dan jadikanlah shalat sebagai perisai yang tangguh untuk menjaga diri hidup di permukaan bumi ini, serta untuk menyelamatkan diri di akhirat kelak.
Mari kita bertanya pada diri kita, sejauhmana baru shalat kita hari ini? Hanya kita yang tahu. Perbaharuilah selalu shalat kita agar hari demi hari shalat kita semakin baik. Pelajarilah shalat seumur hidup, dan amalkan sesuai dengan tingkat sejauhmana kita paham. Kuncinya, jangan pernah tinggalkan  shalat, apalagi menganggap remeh urusan shalat. Renungkanlah !


     

Kultum W. Khatib Bandaro : Mari Kita Bangun Rasa Ukhuwah Islamiyah

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“MARI KITA BANGUN RASA UKHUWAH ISLAMIYAH ”

Kaum Muslimin/Muslimat Rahimakumullah !

Apa yang terasa dalam sanubari kita kala menyaksikan kaum muslimin dan orang-orang beriman dibelahan bumi lain dizhalimi? Negri mereka dicaplok, darah mereka ditumpahkan? Seperti yang dialami kaum muslimin  dan orang-orang beriman di Palestina?  Secara naluriah kemanusiaan, kita akan mengatakan; ikut berduka cita.
Apakah cukup demikian?
Jika sebatas itu. Orang-orang yang tidak seakidah dan seagama dengan kita juga merasakannya. Lantas apa bedanya kita dengan mereka yang tidak seakidah dan seagama dengan kita itu? Apa makna kita mukmin dan mereka kafir? Dan apa pula hakikat dari keimanan kita dibandingkan mereka yang kita cap tidak beriman? Sementara kita tahu Allah swt. telah menyatakan orang beriman itu bersaudara, sebagaimana terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 10 :"innamalmukminuuna ikhwatun ...", sesungguhnya orang beriman itu bersaudara ...", lantas mana rasa`persaudaraan kita itu?

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Disini, letak keimanan kita dipertanyakan. Jangan kita menyangka kala kita telah mengaku beriman, rajin sujud dengan dzikir yang panjang, ahli ibadah, sedekah yang banyak lalu kita telah merasa cukup dengan itu, sementara kita mengetahui kondisi umat Islam dan kaum beriman yang juga sama akidahnya dengan kita berada dalam ketertindasan dan himpitan kezhaliman, tapi kita tidak melakukan apa-apapun sebagai bentuk rasa keberimanan kita. Rasulullah saw. dengan ancaman yang keras telah mengingatkan,sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim :“Tidak beriman diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”.
Perhatikanlah ancaman ini wahaaa…iii orang-orang yang mengaku beriman ! Ini adalah peringatan keras terhadap jiwa-jiwa kalian yang mengaku beriman. Jangan kalian mengada-ada untuk memalingkan makna ini, yang intinya kalian lalai dalam hak-hak persaudaraan. Jangan kalian gadaikan keimananan kalian dikarenakan kebodohan kalian akan hakikat persaudaraan dalam Islam, sehingga kalian membuat hal-hal yang menjatuhkan diri kalian sendiri pada kehinaan dan kelemahan, dengan mencari-cari alasan untuk tidak peduli dengan saudara kalian, seperti menyatakan; ah, itu urusan politik bukan urusan kita, itu urusan perebutan wilayah bukan masalah kita, atau itu permasalahan dalan negri orang lain jangan ikut campur.
Aduhaaa…iii ! Ketahuilah wahaaa….i kaum muslimin/muslimat yang mengaku beriman ! Keimanan tidak mengenal wilayah, ia berada dalan lingkaran kalimat Tauhid dan kesatuan akidah. Selama seseorang itu berada dalam panji Laailaaha Illallaah, Muhammadarrasuulullaah, ber-Tuhankan Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah maka ia orang beriman dan saudara orang beriman lainya, tak peduli dibelahan bumi manapun ia berada. Maka pantaskah kalian mengatakan ini urusan suatu wilayah yang mana tidak ada urusan bagi wilayah yang lainnya, sementara kalian memiliki tauhid yang sama? Renungkanlah sungguh ini suatu peringatan yang keras untuk kalian agar kalian jangan menganggap remeh urusan ini.

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !
Mengapa hal ini penting diketengahkan, dan harus selalu diingatkan dalam kehidupan kita? Sebab, disinilah kelemahan dan penyebab kemunduran kita umat Islam, kita telah begitu jauh dari nilai-nilai persaudaraan sehingga retaknya hubungan, bahkan putus. Jiwa kita telah dijangkiti penyakit individualisme, mementingkan diri sendiri, sampai-sampai mungkin ada diantara kita yang sama sekali tidak mau tahu dengan keadaan saudaranya. Na’udzubillah min dzaalik.
Maka saksikanlah hari ini, jumlah kita banyak, tapi kala darah kaum muslimin dan orang beriman tertumpah, mana pembelaan yang nyata pada mereka? Atau mereka tak lebih dari berjuang sendiri-sendiri? Seakan mereka tidak punya saudara? Aduhaaa…iii ! Sungguh memilukan kondisi kita.
Untuk itu, marilah ! Marilah kita berbenah, mari kita bangkitkan Ukhuwah Islamiyah, persaudaraan Islam, mari kita selamatkan saudara-saudara kita yang membutuhkan rasa`persaudaraan dari kita, dalam bentuk apapun yang kita bisa, minimal dalam do’a-do’a kita, maka do’akanlah suadara kita. Sesungguhnya do’a mukmin terhadap saudara mukmin lainnya manakala saudara yang dido’akan itu tidak mengetahui makbul, demikian janji Rasulullah saw. dalam riwayat Muslim.

“Ya Allah Ya Tuhan kami, berikanlah pertolongan dan kemenangan bagi saudara-saudara kami yang terzhalimi, kapanpun dan dimanapun mereka mereka”. Amiin Yaa Rababbal ‘aalamiin.

Kultum W. Khatib Bandaro : Mari Memperteguh Ke-Islaman Kita

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“MARI MEMPERTEGUH KE-ISLAMAN KITA”

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !
Allah swt telah mengingatkan, sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 120 : "walantardhaa ankalyahuudu walannashaaraa hattaa tattabi'aa millatahum", Dan tidak akan pernah ridha orang-orang Yahudi dan Nahsrani hingga kamu mengikuti millah mereka …”
Artinya, orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha kepadamu wahai umat Islam sebelum kamu mengikuti apa yang menjadi ajaran-ajaran agama ataupun  pemikiran mereka. Ayat ini merupakan peringatan keras kepada kita semua yang mengaku muslim agar berhati-hati terhadap upaya kaum Yahudi dan Nashrani yang hendak memalingkan kita dari Islam. Ini bukan perkara phobia terhadap kaum Yahudi dan Nashrani. Dan juga bukan perkara menanamkan kebencian.Tapi ini perkara membentengi diri bagi seseorang yang mengaku muslim agar teguh dengan kemuslimannya.
Ketahuilah !
Setiap penganut agama menginginkan agar umat manusia mengikuti ajaran agamanya. Maka kita selaku muslim tentunya juga harus berjuang penuh dengan agama kita, disinilah maknanya kita harus menjaga kemusliman kita. Jadi ,yang kita gembor-gemborkan bukan masalah upaya kaum Yahudi dan Nashrani yang tidak ridha dengan agama kita. Tapi bagaimana kita menjaga ke-Islaman kita agar tidak terpedaya dengan upaya mereka untuk memalingkan kita dari Islam dan mengikuti ajaran mereka. Berhati-hati, demikianlah konsepnya.
Ketahuilah kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !
Dalam Islam segalanya telah cukup dan sempurna, kita tidak lagi membutuhkan petunjuk selain Islam. Maka cukupkan diri kita belajar tentang Islam, memahami Islam, dan mengamalkannya dengan keikhlasan. Ini artinya cukupkan diri kita dengan aturan-aturan Islam, jangan tasyabbuh atau meniru-meniru ajaran agama lain, seperti Yahudi dan Nashrani. Tentunya yang dimaksud jangan sekali-kali mengikuti cara-cara hidup mereka, sebab dengan mengikuti cara-cara hidup mereka menunjukkan kita ridha dengan agama mereka, yang berarti kita mengakui agama mereka sebagai agama yang benar. Padahal Allah swt. telah mengingatkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 19 :" innaddiina 'indallaahilislamu", sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam.”. Berarti selain Islam bathil.
Maka, Wahaaa…i kaum muslimin/ muslimat Rahimakumullah !

Tugas kita terhadap ke-Islaman kita adalah; perteguh keislaman, tunjukkan bagaimana sikap seseorang yang mengaku Islam, dan sebarkan Islam dengan penuh kedamaian. Dengan demikian apapun upaya kaum Yahudi dan Nashrani untuk membawamu pada ajaran mereka tidak akan bergeming, walau sampai kapanpun mereka tidak akan ridha.

Kultum W. Khatib Bandaro : Mari Membangun Kejujuran

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“MARI MEMBANGUN KEJUJURAN”

Kaum Muslimin/Muslimat Rahimakumullah !

Kita sering meneriakkan slogan-slogan untuk jujur, keutamaan jujur, dan menyerukan untuk berperilaku jujur. Seperti kantin jujur, buku jujur untuk anak sekolah, atau dalam Ujian Nasional untuk berlaku jujur. Kejujuran itu indah. Hanya saja keindahannya sama sekali tidak mampu menarik orang untuk berlaku jujur. Kebanyakan jujur hanya menjadi buah bibir. Setiap kita mencintai kejujuran. Tapi kita sering tergoda dan tidak mampu untuk berlaku jujur. Jujur itu, mengucapkannya mudah, mengamalkannya berat.
Perhatikanlah, dimana-mana bertebaran ketidakjujuran; Oknum pejabat tidak jujur kepada rakyat, kala kampanye janji-janji diumbar, namun setelah menjabat, janji tinggal janji, tidak jujur. Oknum di sekolah guru tidak jujur,  korupsi waktu mengajar, atau memberikan contekan kunci Ujian Nasional pada anak dengan alasan orang lain juga melakukan demikian, sangat tidak jujur. Oknum anak-anak sekolah mencontek dalam ujian, lagi-lagi tidak jujur. Oknum orang tua tidak jujur pada anaknya, okmun anak tidak jujur pada orang tuanya. Di pasar-pasar, oknum pedagang menipu timbangan, menjual barang cacat tanpa dijelaskan. Dan bermacam ketidakjujuran dipertontonkan di sekitar kita.
Mirisnya, pelaku ketidakjujuran orang-orang yang berakal, diberi kecerdasan untuk memilah dan memilih mana yang benar dan yang salah, bahkan yang berpendidikan. Tidak salah jika tindak kejahatan didominasi orang-orang cerdas. Dengan akalnya ia akali orang lain, “cadiak buruak” kata orang Minang.

Kaum muslimin/muslimat Rahimamukumullah !

Mengapa begitu sulitnya kejujuran dalam kehidupan?

Lemahnya Iman pada yang ghaib, ini yang pertama.

Memang, untuk meyakini dan memahami yang ghaib itu berat. Sebab kita dituntut memahami sesuatu yang tidak nampak. Untuk itulah ranah yang dibutuhkan bukan akal, tapi iman. Dengan iman semuanya mudah. Orang yang yakin dengan adanya yang ghaib, yakin perbuatannya diawasi oleh yang Maha Ghaib walaupun ia tidak mengetahuinya, maka ia akan berhati-hati sehingga kejujuran menghiasi kehidupannya. Kejujuran itu mudah baginya. Namun sebaliknya, orang yang tidak yakin dengan adanya yang ghaib, ia hanya berpandangan pada lahiriyah semata, maka dengan leluasa ia melanggar kejujuran karena kejujuran itu tidak dapat dideteksi secara kasat mata. Ia merasa aman dari pengawasan, karena ketiadaan imannya pada yang ghaib. Inilah yang menyebabkan ketidakjujuran merajalela, sayangnya kelompok yang kedua ini banyak.
Renungkanlah apa yang Allah katakan, sebagaiman terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dan 3 :" Dzaalikal kitaabu laa raybafiihi hudallilmuttaqiin (2) Alladziinayukmunuuna bilghaibi (3)", “Itulah Kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang beriman pada yang ghaib …”

Yang Kedua, mengapa begitu sulitnya kejujuran dalam kehidupan? Karena telah begitu banyaknya ketidakjujuran sehingga telah menjadi hukum yang dianggap biasa.
Artinya, karena telah begitu banyaknya orang-orang yang tidak jujur, dimana-mana ketidakjujuran dipertontonkan, akhirnya ketidakjujuran dianggap suatu hal yang lumrah dan menjadi biasa, sudah zamannya, kata mereka yang melegalkan ketidakjujuran. Maka orang-orang yang berupaya untuk berlaku jujur suaranya tidak akan didengar, keberadaannya tidak dianggap, malah di sematkan kata bodoh dengan  kejujurannya, dianggap aneh. Inilah yang menyebabkan kejujuran sulit untuk ditegakkan dan menunjukkan eksistensinya.

Kaum muslimin/muslimat yang dirahmati Allah !
Jika demikian kondisinya, apakah kita hanya akan berdiam diri dan pasrah pada keadaan dengan alasan ini sudah zamannya? Lalu kitapun akan menghalalkan ketidakjujuran dengan alasan ini sudah zamannya? Ooo…tidak ! Katakan sekali lagi tidak !
Zaman adalah milik kita, kita yang mengendalikan dan mengaturnya, dan kitalah yang membentuk zaman. Jangan kita sampai digilas oleh zaman yang dibentuk oleh orang-orang yang tidak jujur. Jika orang-orang yang tidak jujur itu mampu membentuk zaman dengan ketidakjujuran, apakah kita yang berada dalam nawaitu kebaikan untuk menegakkkan kejujuran tidak akan mampu pula menegakkan kejujuran? Memang, ini bukan perkara sederhana, tapi membutuhkan kesungguhan, dan segalanya harus dimulai dari diri sendiri. Camkanlah apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana Muslim meriwayatkan : “Kalian harus jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan pada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan pada surga. Seseorang selalu jujur dan berupaya untuk jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan pada keburukan dan keburukan itu menunjukkan pada neraka. Seseorang selalu dusta dan berupaya untuk dusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”.

Marilah ! Marilah membangun kejujuran dalam kondisi apapun, kalaupun semua orang memandang kita hina dengan kejujuran kita, itu lebih baik, dari pada kita dipandang mulia dengan ketidakjujuran kita. Sadarilah ! Hati itu cendrung kepada kebaikan, dan jujur itu kebaikan, maka ia akan tenang kala ia jujur walaupun ia tidak mendapatkan kedudukan dalam pandangan manusia. Dan hati itu akan gelisah kala ia bertentangan dengan kebaikan, sesungguhnya ketidakjujuran itu adalah penentangan pada kebaikan, maka ketidakjujuran akan membuat hati gelisah, walaupun manusia memandangnya mulia. Lalu apa yang kita harapkan dari hidup ini, kala kita dalam pandangan manusia mulia, tapi kita berada dalam kegelisan hati? Renungkanlah ! 

Kultum W.Khatib Bandaro : Mari Kita Jaga Diri dari Kedengkian

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“MARI KITA JAGA DIRI DARI KEDENGKIAN”

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Apa yang menyebabkan Iblis enggan sujud kepada Nabi Adam a.s? Atau apa yang menyebabkan Abdullan bin Saba’ memprovokasi umat Islam yang lemah imannya untuk mengadakan huru hara hingga terpecahnya umat Islam? Ya, kedengkian. Itulah penyakit  yang berbahaya, sangat berbahaya. Kedengkian lahir dari hati yang merasa tidak senang atas keunggulan pihak lain. Iblis enggan sujud pada Nabi Adam a.s karena ia dengki dengan kemuliaan yang diberikan kepada Nabi Adam a.s. Tak terkecuali Abdullan bin Saba’, kedengkian yang lahir dari sosok yang berasal dari agama Yahudi terhadap Islam, sehingga memprovokasi umat Islam untuk saling membunuh dan menyerang saudaranya sendiri.

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Sungguh, kedengkian melahirkan perbuatan-perbuatan yang membahayakan. Kedengkian dapat dikatakan pangkal dari segala kejahatan dan keangkaramurkaan, menimbulkan permusuhan dan rusaknya tatanan hidup bermasyarakat. Ia lahir dari hati yang tidak merasa puas dengan apa yang ada, selalu melihat kelebihan yang dimiliki pihak lain dengan pandangan negatif dan kebencian, dan merasa bahwa kelebihan itu merupakan hal yang layak untuk dirinya.

Aduhai …kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Jika demikian berbahayanya kedengkian, bagaimana jika kedengkian itu bercokol diantara kita sesama yang mengaku Islam dan sama-sama beriman? Inilah bahaya besar. Betapa tidak? Tidakkah kita saksikan buah dari kedengkian – kedengkian yang dipertontonkan sebagian orang kepada kita - ? Ulama yang satu dengki dengan ulama yang lainnya, dengki karena kelebihan ilmunya, dengki karena besar pengaruhnya ditengah-tengah umat, sehingga muncul budaya saling menjatuhkan, ulama menjelekkan ulama, fatwa disalahkan dengan fatwa, tata cara ibadah dikritik dengan menggembor-gemborkan ini bid’ah, hanya karena berbeda dalam memahami masalah furu’  sebagai cabang-cabang agama. Muncullah firqah-firqah yang saling menyesatkan, saling merasa diri benar, saling merasa kami adalah pejuang sunnah, sementara kelompok-kelompok yang dianggap bersebrangan dengannya dianggap musuh.
Apa muara dari semua itu?
Kita sesama umat Islam,sama-sama mengaku beriman pada Allah swt. dan Rasul-Nya tapi memiliki permusuhan dalam hati. Terkadang secara kasat mata, lahiriyah, kita seakan-akan memiliki satu kesatuan, ditengah-tengah umat kita menunjukkan saling menghargai, saling mencintai, tapi dalam hati kita tertanam subur kebencian dan permusuhan yang lahir dari kedengkian. Antara satu kelompok dengan kelompok lain jika dalam keadaan bersama menunjukkan rasa`persatuan, namun dibelakang, mereka saling menjelek-jelekkan, menghujat hingga menjatuhkan fitnah, na’udzubillah. Sungguh besar bahaya kedengkian ini.
Mana rasa Ukhuwah Islamiyah yang kita dengung-dengungkan? Mana makna perbedaan pendapat yang kita anggap suatu hal yang lumrah? Mana makna hendaklah kita berlomba-lomba dalam kebaikan? Atau semua itu hanya slogan-slogan kamuflase yang sama sekali tidak menyentuh hati kita?
Wahaaa…iii kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah ! Sadarlah ! Ini nampaknya zaman fitnah, ini zaman dimana kita berada dalam kungkungan dan lingkaran-lingkaran musuh-musuh Islam yang hendak menghancurkan kita dengan program adu domba. Bagi mereka, inilah metode yang paling ampuh untuk membinasakan umat Islam, dikarenakan bisa jadi mereka telah merasa tidak mampu menyerang kita secara fisik. Maka mereka serang kita secara pemikiran dan mental. Adu domba akan berhasil dengan baik kala dalam hati kita bersarang penyakit dengki. . Sebaliknya, adu domba hanya upaya yang bagaikan debu ditiup angin kala dalam diri kita jauh dari sifat kedengkian. Nyata sudah, kedengkian adalah jalan-jalan bagi musuh Islam untuk meloloskan program adu domba mereka.

Akhirnya, segalanya berpulang pada kita. Jika kita membuka jalan-jalan dari musuh-musuh kita yang hendak menghancurkan kita, mereka akan leluasa menyeringaikan taring-taringnya, namun jika kita memutus jalan-jalan itu, mereka akan berputus asa. Untuk itu, mari kita saling menjaga diri dan umat ini, dengan menumbuhkan sikap saling mencintai, dan ingatlah pesan Rasulullah saw dalam  hadits Mutafaqun Alaih :  وَلاَتحَسَدُوْا, dan janganlah kamu saling mendengki, juga dikatakan dalam hadits yang sama :" wakuunuu ‘ibaadallaahi ikhwaanaa", “dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara. Semoga.

Kultum W. Kh. Bandaro ; Mari Buktikan Ke-Islaman Kita

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

MARI BUKTIKAN KE-ISLAMAN KITA

 Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Kita tahu, Islam itu artinya selamat. Artinya apa ? kala kita mengaku umat Islam berarti kita harus membawa keselamatan bagi umat manusia. Tapi, mengapa kit saksikan seolah-olah tindak kejahatan terindikasi banyak dilakukan oleh umat Islam? Kemungkaran terjadi dikalangan umat Islam? Korbannyapun umat Islam. Sederhana contohnya, siapa yang mencuri sandal di masjid? Atau membuat kotak infak raib? Apakah mungkin yang melakukannya umat non muslim yang jelas-jelas tidak pernah menginjakkan kakinya di masjid? Siapa lagi kalau bukan bukan terindikasi umat Islam pelakunya? Sekali lagi ini hanya indikasi, namun setidaknya menjadi bahan renungan akan kondisi kita selaku umat Islam hari ini, mengapa indikasi itu muncul.
Jika demikian apa maknanya kala kita bangga mengaku sebagai muslim? Dalam KTP kita, ditulis agama kita Islam, bahkan kita marah kala ke-Islaman kita dipertanyakan. Tapi  nilai-nilai ke-Islaman yang membawa keselamatan tidak membumi dalam kehidupan kita. Umat Islam yang satu terancam kedudukannya oleh umat Islam. Umat Islam yang lain merasa tidak aman dengan umat Islam yang lainnya pula.
Inilah fenomena penting yang perlu menjadi bahan renungan kita bersama, di dalam komunitas kita yang sesama Islam saja, kita tidak mampu mempertontonkan dan menunjukkan Islam sebagai agama keselamatan, lantas apakah mungkin kita akan mampu menunjukkan kepada seluruh dunia tentang kedamaian Islam sebagai Rahmatalil’aalamiin ?

Kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !

Apa yang menjadi penyebab utama dari semua ini?

Tiada lain, bisa jadi karena kita ber-Islam tak lebih hanya sekedar beragama belaka, kita tidak tahu mengapa harus menganut agama Islam, yang kita tahu agama Islam adalah agama yang dianut orang-orang sekitar kita, orang tua kita Islam, maka secara otomatis kitapun menjadi umat Islam, dengan sebutan muslim. Setelah itu ? Tidak ada.
Sehingga nilai-nilai Islam tidak menjadi karakter kita selaku umat Islam. Kita tak lebih telah merasa cukup mengaku Islam, yang tidak memiliki keinginan untuk menjadi umat Islam yang sesungguhnya. Hal tersebut dibuktikan dari sikap dan tindakan kita terhadap ke-Islaman kita yang sama sekali tidak menunjukkan sikap yang Islami.

Ketahuilah !

Seseorang yang benar-benar menjadikan Islam sebagai agamanya, akan tampak dalam amalan-amalan nyata. Sebab Islam itu tak sekedar diucapkan dan diteriak-teriakkan. Islam butuh pembuktian.
Tak syak lagi, seseorang hanya akan mencapai derajat ke-Islaman yang sesungguhnya kala ia memiliki keilmuan dan berpengetahuan tentang Islam, sebab dengan ilmu pengetahuan Islam itulah ia mampu untuk beramal. Dengan pemahaman akan keilmuan Islam ia akan mampu melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, mampu menunaikan keta’atan dan menjauhi segala larangan. Disanalah proses ke-Islaman itu nampak, memahami Islam dengan mempelajarinya, mengamalkan Islam, sehingga perilaku Islami nampak membumi ditengah-tengah kehidupan.

Apa yang kita lihat hari ini ?

Berapa persentase umat Islam yang bersedia mengecap pendidikan ke-Islaman, jika dibandingkan dengan keilmuan lain yang sifatnya umum? Ini bukan membedakan antara pendidikan Islam dengan umum, karena hakikatnya dalam Islam, setiap pendidikan yang mendatangkan manfaat merupakan karakter dari pendidikan Islam. Tapi yang perlu menjadi bahan intropeksi disini, berapa persentase umat Islam yang lebih cendrung pada pendidikan keduniaan mereka dibandingkan pada pendidikan ke-Islam-an mereka yang berorienatasi dunia akhirat? Dari jawabannya, demikianlah baru kadar ke-Islaman kita.
Jika demikian, maka jangan heran, jika Islam sebagai agama kedamaian, Rahmatallil’aalamiin, tidak dapat kita rasakan dari umat Islam sendiri, karena sebagian dari kalangan umat Islam itu sendiri hakikatnya tidak memahami mengapa ia harus menjadi umat Islam.

Untuk itu, wahaaa…iii kaum muslimin/muslimat Rahimakumullah !
Marilah kita berbenah !
Jika kita memang mengaku Islam, renungkanlah apa yang Allah swt. peringatkan, sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 102 : walaatamuu tunna illaa waantummuslimuun“ dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan menganut Islam”.
 Artinya; matilah, jika kamu telah benar-benar menjadi Islam; matilah dengan ber-Islam yang benar, amalan Islam yang benar, dan perilaku umat Islam yang Islami. Maka, syarat utama yang harus ditunaikan, kita selaku umat Islam harus berilmu tentang Islam, pelajarilah Islam, pahamilah makna dan  hakikat serta tuntutannya, dan amalkanlah dalam kehidupan, hingga jiwa dan perilku benar-benar Islami.
Fa’tabiru Ya Ulil Abshar La’allakum Turhamun