WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO
WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

Senin, 02 Desember 2013

Wasiat Untuk Remaja Islam (9) : Jagalah Batasan Pergaulan

Saudaraku …, yang dimaksud mejaga batasan pergaulan adalah batasan antara dirimu dengan lawan jenismu. Jika kau seorang laki-laki, maka jagalah batas pergaulanmu dengan kaum perempuan, demikian sebaliknya.

Ketahuilah …,

Pergaulan yang tidak memiliki batasan merupakan kehidupan binatang, hidup yang didominasi hawa nafsu, sesuatu berdasarkan kelezatan semata. Apakah kau rela kedudukanmu yang mulia terlahir sebagai manusia tapi derajatmu jatuh seperti binatang dikarenakan kau menyepelekan aturan menjaga batas pergaulan ?

Kaum laki-laki itu jelas, dan kaum perempuanpun jelas. Masing-masing terlahir dengan fitrahnya. Maka jika kau terlahir sebagai laki-laki, maka jadilah laki-laki. Bergaullah dengan laki-laki, agar jiwa laki-lakimu tumbuh sesuai fitrahmu. Demikian sebaliknya, jika kau perempuan, maka tumbuhkanlah fitrahmu menjadi perempuan, bergaullah dengan kaummu, agar engkaupun menjadi perempuan yang sesungguhnya.

Kaum lelaki menyukai perempuan itu fitrah, demikian sebaliknya, kaum perempuan menyukai laki-lakipun fitrah, dan demikian seharusnya. Maka Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suci, yakni pernikahan. Jika kau telah sanggup untuk menikah maka menikahlah, jika belum sanggup namun keinginanmu  kuat, maka bersabarlah.
Jangan kau mulai melangkah kejenjang mendekati cara-cara pernikahan sementara kau belum sanggup. Jangan kau pernah berangan-angan hidup dengan cara pernikahan jika kau tidak yakin akan mampu menunaikannya. Apalagi kau melakukan hidup dengan cara pernikahan, sementara kau belum melakukan pernikahan.

Mencari alasan untuk mengenal pasangan hidup, lalu kau mulai mengenal lawan jenismu tanpa melalui jalur proses pernikahan hanya akan mengantarkanmu pada kebinasaan. Yang dimaksud proses pernikahan adalah ta’arufan, ta’arufan yang benar-benar kau telah memiliki nawaitu untuk menikah. Jika belum untuk pernikahan, apapun alasanmu, ketahuilah …itu bathil.


Jika kau mengatakan, kita harus mengenal calon pasangan kita, bagaimana kita bisa hidup dalam satu pasangan jika tidak mengenal pasangan ? Jawabannya benar, namun mengenal bukan berarti kau menjalin hubungan illegal dengan lawan jenismu, kau harus melalui orang ketiga, orang ketiga yang amanah. Cukup kau mengenal calon pasanganmu melalui orang ketiga yang amanah. Jika tidak demikian, itu bathil, apapun alasanmu.

Wasiat Untuk Remaja Islam (8) : Jadilah Shahabat Yang Baik

Jika engkau dituntut untuk mencari shahabat yang dapat menyelamatkanmu, kau juga harus mampu membawa keselamatan bagi shahabatmu, tidak layak jika kau mencari shahabat yang baik, sementara dirimu sendiri tidak menjadi shahabat yang baik bagi orang lain.

Bergaullah sesama manusia dengan akhlak yang baik (H.R. Turmidzi), demikian petuah Rasulullah saw. Berlaku baiklah pada shahabatmu, jangan kau pernah membuat ia tersakiti sekecil apapun, jangan pernah kau membiarkan ia teraniaya dan terzhalimi, walau kau hanya mampu membantu dalam untaian do’a. Jika ia membutuhkan bantuanmu dari segi harta, maka bantulah sebisamu, jika ia sakit jenguklah, jika ia kesulitan maka permudahlah urusannya. Kewajibanmu pada shahabatmu hendaknya seperti kau mencintai dan kewajibamu bagi dirimu sendiri.

Yang dimaksud shahabatmu disinilah tentulah yang seakidah denganmu, orang yang beriman, maka perlakukanlah ia sebagaimana Rasulullah saw. telah mencontohkan bagaimana memperlakukan shahabat beliau. Sebagaiman para shahabat Rasulullah saw. bersikap dalam bershahabat diantara mereka. Tidak saling mencaci, tidak saling menyalahkan dan tidak saling menjatuhkan. Tapi saling mencintai karena Allah swt., saling mengingatkan kala salah, dan saling memperkokoh keimanan.

Jangan kau selalu ingin menjadi yang lebih unggul dibanding shahabatmu hingga kau berupaya menjatuhkannya, berupayalah untuk ber-fastabiqul khairat dalam menuju puncak ketaqwaan. Jika kau berupaya menjadi orang bertaqwa, maka berupayalah membantu shahabatmu agar iapun  menjadi taqwa.

Kala kau mendapatkan kenikmatan hidup, dalam bentuk apapun, berupayalah agar shahabatmu juga mendapatkan kenikmatan yang engkau dapatkan. Paling kurang kau berbagi dengannya dengan kenikmatan yang ada padamu. Satu kenikmatan terbagi lebih baik dari pada kenikmatan yang hanya dimiliki secara penuh tapi dibawah kenikmatan itu shahabatmu menderita.

Terhadap seseorang yang tidak menjadi shahabatmu, karena kejelekan akhlaknya, hingga engkau tidak memilihnya, tetaplah berlaku baik padanya, jangan kau membenci dan memusuhinya. Memang kita harus untuk memilih siapa yang hendak menjadi shahabat, tapi itu bukan berarti kita harus membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya. Ini dalam artian jangan kau jauhi orang yang tidak menjadi shahabatmu karena memang ia tidak layak menjadi shahabatmu, tapi jangan pula kau jadikan shahabat, jadikanlah ia objek yang hendak kau bawa pada jalan yang benar hingga kau kelak berharap dapat merangkulnya menjadi shahabatmu.

Tapi jalan ini berbahaya dan penuh rintangan, kau harus berhati-hati. Sebab, bisa jadi nawaitumu baik, hendak merangkulnya ke jalan yang kamu kehendaki, namun karena kecerobohan malah kau yang terseret dan dirangkulnya. Untuk itu hati-hati, kau harus tahu rambu-rambu yang harus ditempuh dalam pershahabatan, dan rambu-rambu memperlakukan seseorang yang telah jadi shahabat serta rambu-rambu seseorang yang hendak dijadikan shahabat.

Rambu itu jelas, nyata dan telah digariskan. Cukup kau jadikan pemahaman pershahabatan yang telah -perkehidupan Rasulullah saw., dalami Sirah Nabawiyah. Pahamilah kehidupan para shahabat dalam menunaikan hak pershahabatan, bacalah kitab-kitab ulama yang menjelaskan panjang lebar dalam hal ini.

Jangan kau berpegang pada prinsip pershahabatan yang tidak memiliki landasan yang jelas, atau kau berpedoman pada prinsip pershahabatan yang diajarkan dalam dongeng –dongeng penuh mitos, apalagi hanya merujuk pada perilaku yang umum dilakukan manusia. Sebab semua itu tidak menjadi jaminan akan hakikat pershahabatan yang sesungguhnya.

Ketahuilah …, kau punya contoh, kau punya keteladanan, kau punya warisan mutiara yang berharga dalam meniti pershahabatan, cukup kau berpegang padanya. Itulah keteladanan Rasulullah saw., para shahabat beliau, hingga catatan pena dan tintanya ulama.


Disana kau akan temukan, bagaimana cara memperlakukan seorang yang beriman dalam pershabatan. Disana kau akan terkagum-kagum bagaimana hebatnya keutamaan memperlakukan orang beriman dalam pershahabatan.


Wasiat Untuk Remaja Islam (7) : Pilihlah Siapa Yang Akan Menjadi Shahabatmu

Ketahuilah …seseorang sangat dipengaruhi dengan siapa ia bershahabat, shahabat itulah yang akan mewarnainya. Suatu keharusan bagi engkau untuk memilah dan memilih siapa yang layak engkau jadikan shahabat.

Jangan kau terpedaya dengan ucapan-ucapan atau anggapan-anggapan dengan selubung yang menyatakan bahwa dalam hidup ini tidak boleh pilih kasih terhadap manusia, lantas diharuskan bershahahat dengan siapa saja. 

Ooo …tidak, kau harus memilih siapa yang akan menjadi shahabatmu. Kau harus menentukan siapa shahabat yang layak membawamu pada kebaikan, dan itu hanya diperoleh dengan pilihan.

Bershahabatlah dengan orang-orang shaleh, ahli ibadah, dan para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan keshalehannya akan membawa dirimu menjadi orang shaleh, dengan ibadahnya akan menimbulkan kegemaran pada dirimu untuk bersemangat menunaikan ibadah, dan dengan kekuatan azzamnya dan ketangguhan dalam beramar am’ruf nahi mungkar menjadi keteladanan bagimu bahwa perjuangan menegakkan Izzah Islam wal Muslimin suatu keharusan.

Cukup kau jadikan pelajaran, kala kau menyaksikan betapa seseorang semenjak kecilnya kala dibina dan ditempa dengan cara yang baik oleh orang tuanya, namun kala ia menemukan shahabat yang jahat, iapun berubah menjadi jahat. Dan bisa pula kau jadikan i’tibar (pelajaran), kala kau menyaksikan orang yang tidak tampak tanda-tanda kebaikan  dalam perilakunya, namun kala ia bersentuhan dengan orang baik ia berubah menjadi baik.

Shahabat yang baik bukanlah shahabat yang selalu memujimu, atau yang selalu memberi sesuatu padamu. Bukan pula shahabat yang baik adalah shahabat yang selalu membelamu dalam keadaan apapun walaupun kau melakukan kesalahan, namun ia selalu memberi pembenaran akan tindakanmu, dengan alasan karena ia menjaga pershahabatan. Sungguh shahabat yang demikian adalah shahabat yang celaka, hindarilah bershahabat dengan golongan ini.

Ketahuilah …, shahabat yang baik adalah shahabat yang menegurmu kala kau salah, dan ia menjelaskan kesalahan itu padamu walau kau akan marah dengannya. Shahabat yang baik adalah shahabat yang menjaga aibmu dan termasuk keluargamu serta kerabatmu. Shahabat yang baik adalah shahabat yang tidak merasa apa yang dimilikinya itu adalah milik pribadinya, tapi ia berupaya membagi denganmu. Shahabat yang baik tidak bermanis-manisan padamu, caranya bergaul tidak berlebihan dengan dirimu, tapi ia menunjukkan kecintaan padamu. Ia selalu menjaga harga dirimu, ia marah kalau kau dicela, dan iapun marah padamu kala mendapati kau suka mencela saudara se-iman. Itulah golongan orang-orang shaleh, ahli ibadah dan penyeru pada kebaikan.

Maka bergaullah dengan mereka, contohlah apa yang mereka lakukan, ikuti apa yang mereka lakukan, niscaya kau akan merasakan makna bahwa seseorang itu akan dipengaruhi dengan siapa ia bershahabat.


Jika kau tidak menemukan seseorang yang layak dijadikan shahabat, menyendiri bagimu lebih baik dari pada bergaul dengan pelaku keburukan. Kau dicela lebih baik dari pada kau diseret pada kehinaan, kau disingkirkan dalam pergaulan dunia lebih baik dari pada kelak di akhirat kau disingkirkan dari golongan barisan panjang orang-orang shaleh. 
Camkanlah hal ini !