WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO
WENDRI NALDI EL-MANINJAUI KHATIB BANDARO

Sabtu, 05 September 2015

Kultum W. Khatib Bandaro : Mari Membangun Kejujuran

Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :

“MARI MEMBANGUN KEJUJURAN”

Kaum Muslimin/Muslimat Rahimakumullah !

Kita sering meneriakkan slogan-slogan untuk jujur, keutamaan jujur, dan menyerukan untuk berperilaku jujur. Seperti kantin jujur, buku jujur untuk anak sekolah, atau dalam Ujian Nasional untuk berlaku jujur. Kejujuran itu indah. Hanya saja keindahannya sama sekali tidak mampu menarik orang untuk berlaku jujur. Kebanyakan jujur hanya menjadi buah bibir. Setiap kita mencintai kejujuran. Tapi kita sering tergoda dan tidak mampu untuk berlaku jujur. Jujur itu, mengucapkannya mudah, mengamalkannya berat.
Perhatikanlah, dimana-mana bertebaran ketidakjujuran; Oknum pejabat tidak jujur kepada rakyat, kala kampanye janji-janji diumbar, namun setelah menjabat, janji tinggal janji, tidak jujur. Oknum di sekolah guru tidak jujur,  korupsi waktu mengajar, atau memberikan contekan kunci Ujian Nasional pada anak dengan alasan orang lain juga melakukan demikian, sangat tidak jujur. Oknum anak-anak sekolah mencontek dalam ujian, lagi-lagi tidak jujur. Oknum orang tua tidak jujur pada anaknya, okmun anak tidak jujur pada orang tuanya. Di pasar-pasar, oknum pedagang menipu timbangan, menjual barang cacat tanpa dijelaskan. Dan bermacam ketidakjujuran dipertontonkan di sekitar kita.
Mirisnya, pelaku ketidakjujuran orang-orang yang berakal, diberi kecerdasan untuk memilah dan memilih mana yang benar dan yang salah, bahkan yang berpendidikan. Tidak salah jika tindak kejahatan didominasi orang-orang cerdas. Dengan akalnya ia akali orang lain, “cadiak buruak” kata orang Minang.

Kaum muslimin/muslimat Rahimamukumullah !

Mengapa begitu sulitnya kejujuran dalam kehidupan?

Lemahnya Iman pada yang ghaib, ini yang pertama.

Memang, untuk meyakini dan memahami yang ghaib itu berat. Sebab kita dituntut memahami sesuatu yang tidak nampak. Untuk itulah ranah yang dibutuhkan bukan akal, tapi iman. Dengan iman semuanya mudah. Orang yang yakin dengan adanya yang ghaib, yakin perbuatannya diawasi oleh yang Maha Ghaib walaupun ia tidak mengetahuinya, maka ia akan berhati-hati sehingga kejujuran menghiasi kehidupannya. Kejujuran itu mudah baginya. Namun sebaliknya, orang yang tidak yakin dengan adanya yang ghaib, ia hanya berpandangan pada lahiriyah semata, maka dengan leluasa ia melanggar kejujuran karena kejujuran itu tidak dapat dideteksi secara kasat mata. Ia merasa aman dari pengawasan, karena ketiadaan imannya pada yang ghaib. Inilah yang menyebabkan ketidakjujuran merajalela, sayangnya kelompok yang kedua ini banyak.
Renungkanlah apa yang Allah katakan, sebagaiman terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dan 3 :" Dzaalikal kitaabu laa raybafiihi hudallilmuttaqiin (2) Alladziinayukmunuuna bilghaibi (3)", “Itulah Kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang beriman pada yang ghaib …”

Yang Kedua, mengapa begitu sulitnya kejujuran dalam kehidupan? Karena telah begitu banyaknya ketidakjujuran sehingga telah menjadi hukum yang dianggap biasa.
Artinya, karena telah begitu banyaknya orang-orang yang tidak jujur, dimana-mana ketidakjujuran dipertontonkan, akhirnya ketidakjujuran dianggap suatu hal yang lumrah dan menjadi biasa, sudah zamannya, kata mereka yang melegalkan ketidakjujuran. Maka orang-orang yang berupaya untuk berlaku jujur suaranya tidak akan didengar, keberadaannya tidak dianggap, malah di sematkan kata bodoh dengan  kejujurannya, dianggap aneh. Inilah yang menyebabkan kejujuran sulit untuk ditegakkan dan menunjukkan eksistensinya.

Kaum muslimin/muslimat yang dirahmati Allah !
Jika demikian kondisinya, apakah kita hanya akan berdiam diri dan pasrah pada keadaan dengan alasan ini sudah zamannya? Lalu kitapun akan menghalalkan ketidakjujuran dengan alasan ini sudah zamannya? Ooo…tidak ! Katakan sekali lagi tidak !
Zaman adalah milik kita, kita yang mengendalikan dan mengaturnya, dan kitalah yang membentuk zaman. Jangan kita sampai digilas oleh zaman yang dibentuk oleh orang-orang yang tidak jujur. Jika orang-orang yang tidak jujur itu mampu membentuk zaman dengan ketidakjujuran, apakah kita yang berada dalam nawaitu kebaikan untuk menegakkkan kejujuran tidak akan mampu pula menegakkan kejujuran? Memang, ini bukan perkara sederhana, tapi membutuhkan kesungguhan, dan segalanya harus dimulai dari diri sendiri. Camkanlah apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana Muslim meriwayatkan : “Kalian harus jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan pada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan pada surga. Seseorang selalu jujur dan berupaya untuk jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan pada keburukan dan keburukan itu menunjukkan pada neraka. Seseorang selalu dusta dan berupaya untuk dusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”.

Marilah ! Marilah membangun kejujuran dalam kondisi apapun, kalaupun semua orang memandang kita hina dengan kejujuran kita, itu lebih baik, dari pada kita dipandang mulia dengan ketidakjujuran kita. Sadarilah ! Hati itu cendrung kepada kebaikan, dan jujur itu kebaikan, maka ia akan tenang kala ia jujur walaupun ia tidak mendapatkan kedudukan dalam pandangan manusia. Dan hati itu akan gelisah kala ia bertentangan dengan kebaikan, sesungguhnya ketidakjujuran itu adalah penentangan pada kebaikan, maka ketidakjujuran akan membuat hati gelisah, walaupun manusia memandangnya mulia. Lalu apa yang kita harapkan dari hidup ini, kala kita dalam pandangan manusia mulia, tapi kita berada dalam kegelisan hati? Renungkanlah ! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar