Materi Kultum Wendri Naldi Khatib Bandaro :
“MARI MEMBANGUN KEJUJURAN”
Kaum Muslimin/Muslimat Rahimakumullah !
Kita sering meneriakkan slogan-slogan untuk
jujur, keutamaan jujur, dan menyerukan untuk berperilaku jujur. Seperti kantin
jujur, buku jujur untuk anak sekolah, atau dalam Ujian Nasional untuk berlaku
jujur. Kejujuran itu indah. Hanya saja keindahannya sama sekali tidak mampu
menarik orang untuk berlaku jujur. Kebanyakan jujur hanya menjadi buah bibir. Setiap
kita mencintai kejujuran. Tapi kita sering tergoda dan tidak mampu untuk berlaku
jujur. Jujur itu, mengucapkannya mudah, mengamalkannya berat.
Perhatikanlah, dimana-mana bertebaran
ketidakjujuran; Oknum pejabat tidak jujur kepada rakyat, kala kampanye
janji-janji diumbar, namun setelah menjabat, janji tinggal janji, tidak jujur. Oknum
di sekolah guru tidak jujur, korupsi
waktu mengajar, atau memberikan contekan kunci Ujian Nasional pada anak dengan
alasan orang lain juga melakukan demikian, sangat tidak jujur. Oknum anak-anak
sekolah mencontek dalam ujian, lagi-lagi tidak jujur. Oknum orang tua tidak
jujur pada anaknya, okmun anak tidak jujur pada orang tuanya. Di pasar-pasar, oknum
pedagang menipu timbangan, menjual barang cacat tanpa dijelaskan. Dan bermacam
ketidakjujuran dipertontonkan di sekitar kita.
Mirisnya, pelaku ketidakjujuran orang-orang
yang berakal, diberi kecerdasan untuk memilah dan memilih mana yang benar dan
yang salah, bahkan yang berpendidikan. Tidak salah jika tindak kejahatan
didominasi orang-orang cerdas. Dengan akalnya ia akali orang lain, “cadiak
buruak” kata orang Minang.
Kaum muslimin/muslimat Rahimamukumullah !
Mengapa begitu sulitnya kejujuran dalam
kehidupan?
Lemahnya Iman pada yang ghaib, ini yang
pertama.
Memang, untuk meyakini dan memahami yang
ghaib itu berat. Sebab kita dituntut memahami sesuatu yang tidak nampak. Untuk
itulah ranah yang dibutuhkan bukan akal, tapi iman. Dengan iman semuanya mudah.
Orang yang yakin dengan adanya yang ghaib, yakin perbuatannya diawasi oleh yang
Maha Ghaib walaupun ia tidak mengetahuinya, maka ia akan berhati-hati sehingga
kejujuran menghiasi kehidupannya. Kejujuran itu mudah baginya. Namun
sebaliknya, orang yang tidak yakin dengan adanya yang ghaib, ia hanya
berpandangan pada lahiriyah semata, maka dengan leluasa ia melanggar kejujuran
karena kejujuran itu tidak dapat dideteksi secara kasat mata. Ia merasa aman
dari pengawasan, karena ketiadaan imannya pada yang ghaib. Inilah yang
menyebabkan ketidakjujuran merajalela, sayangnya kelompok yang kedua ini
banyak.
Renungkanlah apa yang Allah katakan,
sebagaiman terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dan 3 :" Dzaalikal kitaabu laa raybafiihi
hudallilmuttaqiin (2) Alladziinayukmunuuna bilghaibi (3)", “Itulah Kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada
keraguan didalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang
yang beriman pada yang ghaib …”
Yang Kedua, mengapa begitu sulitnya
kejujuran dalam kehidupan? Karena telah begitu banyaknya ketidakjujuran sehingga
telah menjadi hukum yang dianggap biasa.
Artinya, karena telah begitu banyaknya
orang-orang yang tidak jujur, dimana-mana ketidakjujuran dipertontonkan,
akhirnya ketidakjujuran dianggap suatu hal yang lumrah dan menjadi biasa, sudah
zamannya, kata mereka yang melegalkan ketidakjujuran. Maka orang-orang yang
berupaya untuk berlaku jujur suaranya tidak akan didengar, keberadaannya tidak
dianggap, malah di sematkan kata bodoh dengan
kejujurannya, dianggap aneh. Inilah yang menyebabkan kejujuran sulit
untuk ditegakkan dan menunjukkan eksistensinya.
Kaum muslimin/muslimat yang dirahmati Allah
!
Jika demikian kondisinya, apakah kita hanya
akan berdiam diri dan pasrah pada keadaan dengan alasan ini sudah zamannya? Lalu
kitapun akan menghalalkan ketidakjujuran dengan alasan ini sudah zamannya? Ooo…tidak
! Katakan sekali lagi tidak !
Zaman adalah milik kita, kita yang
mengendalikan dan mengaturnya, dan kitalah yang membentuk zaman. Jangan kita
sampai digilas oleh zaman yang dibentuk oleh orang-orang yang tidak jujur. Jika
orang-orang yang tidak jujur itu mampu membentuk zaman dengan ketidakjujuran,
apakah kita yang berada dalam nawaitu kebaikan untuk menegakkkan kejujuran
tidak akan mampu pula menegakkan kejujuran? Memang, ini bukan perkara
sederhana, tapi membutuhkan kesungguhan, dan segalanya harus dimulai dari diri
sendiri. Camkanlah apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana Muslim
meriwayatkan : “Kalian harus jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan
pada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan pada surga. Seseorang selalu jujur
dan berupaya untuk jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang jujur. Dan
jauhilah oleh kalian dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan pada
keburukan dan keburukan itu menunjukkan pada neraka. Seseorang selalu dusta dan
berupaya untuk dusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”.
Marilah ! Marilah membangun kejujuran dalam
kondisi apapun, kalaupun semua orang memandang kita hina dengan kejujuran kita,
itu lebih baik, dari pada kita dipandang mulia dengan ketidakjujuran kita.
Sadarilah ! Hati itu cendrung kepada kebaikan, dan jujur itu kebaikan, maka ia
akan tenang kala ia jujur walaupun ia tidak mendapatkan kedudukan dalam
pandangan manusia. Dan hati itu akan gelisah kala ia bertentangan dengan
kebaikan, sesungguhnya ketidakjujuran itu adalah penentangan pada kebaikan,
maka ketidakjujuran akan membuat hati gelisah, walaupun manusia memandangnya
mulia. Lalu apa yang kita harapkan dari hidup ini, kala kita dalam pandangan
manusia mulia, tapi kita berada dalam kegelisan hati? Renungkanlah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar